Diberkati Hujan Rintik-Rintik, Pertanda Alam Merespon Positif Niat Tulus Rombongan Ashram
BULELENG (CAHAYAMASNEWS). Sebuah peristiwa yang unik di luar akal sehat, namun bukan mistik. Saat Ashram Vrata Wijaya di bawah asuhan Guru Sri Hasta Dhala melakukan prosesi ritual Gangga Astuti sebuah ritual penyucian diri, yang kali ini dilakukan di kawasan pantai Pura Ponjok Batu, Buleleng. Dimana, begitu memasuki Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, tiba-tiba turun hujan, padahal saat itu langit terang dan suasana sangat panas. Bahkan baru kali pertama turun hujan, itupun hanya berlangsung sesaat saja. Tak hanya itu, begitu tiba di pelataran parkir dan begitu beranjak menuju ke pantai tempat dilaksanakannya ritual tersebut, lagi-lagi disambut hujan rintik-rintik yang turun hanya beberapa menit saja, padahal langit benderang. Hal ini kata Guru Sri Hasta Dhala, menandakan bahwa konektifitas antara niat suci dan tulus para bhakta dengan alam berjalan dengan baik. Respon positif alam terhadap keyakinan dan niat tulus ikhlas para bhakta ini merupakan sebuah anugerah luar biasa yang perlu disyukuri, karena tidak semua orang bisa mendapatkan. Alam akan senantiasa merespon dan sekaligus memberikan anugerah kepada umat-Nya, yang dengan niat suci didasari tulus ikhlas melakukan puja bhakti, terlebih untuk tujuan keselamatan dan kedamaian alam beserta isinya.
Rombongan dipimpin langsung Guru Sri Hasta Dhala bersama Ibu Ashram Sri Sam Jnani berangkat dari Ashram Wrata Wijaya pukul 12.00 Wita menggunakan tujuh mobil. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 3 jam, rombongan sampai di pelataran parkir depan pura Ponjok Batu, dan ratusan bhakta yang datang dari sejumlah desa di Buleleng seperti dari Desa Bungkulan, Kubutambahan, Panji, serta Desa Tianyar, Karangasem, tampak berkumpul menunggu rombongan dari Denpasar. Selanjutnya semua bhakta bergabung seraya bersama-sama menuju tempat ritual. Awalnya rombongan memilih tempat dan hendak melakukan prosesi di sekitar sumber air yang muncul di tengah laut, namun karena ombak yang cukup besar, sehingga diputuskan untuk mencari tempat yang lebih aman, tetapi ada sumber airnya. Selanjutnya rombongan bergerak ke arah barat kurang lebih 300 meter. Pemilihan tempat ini didasari, selain lokasinya luas dan datar, juga tak jauh dari tempat itu terdapat sumber air tawar yang muncul dari sela-sela bebatuan lumayan besar.
Para bhakta tampak sibuk mempersiapkan segala sesuatunya yang dibutuhkan, untuk kelancaran pelaksanaan ritual dimaksud. Sarana bebantenan ditata sedemikian rupa. Kemudian para bhakta diberikan pengarahan sebelum ritual itu dilangsungkan. Begitu doa-doa dan puja mantra suci dilantunkan, vibrasi di sekitar tempat itu pun mendadak berubah. Masyarakat yang hadir bak dihipnotis, terpaku diam seribu basa bagai “Kebo Mabalih Ombak”. Getaran Vibrasi itu pun terasa kian kuat, saat Ibu Ashram Sri Sam Jnani, mulai menari sembari melantunkan puja-puja suci dilanjutkan dengan menorehkan aksara suci di atas pasir dengan tateken (tongkat) sucinya, dengan diiringi salah satu bhakta seraya memercikkan Tirtha (air suci) dibarengi penaburan sekar mawa (bunga mawar-red) warna merah dan putih.
Prosesi ritual ini bertujuan untuk menyucikan areal upacara. “Sebelum melakukan sebuah ritual, tempat atau lokasi yang akan digunakan haruslah terlebih dahulu dibersihkan dan disucikan, sehingga apa yang menjadi tujuan dan harapan dari pelaksanaan ritual itu, bisa terlaksana sesuai dengan yang diharapkan. Bila tidak demikian, maka sama saja dengan mandi biasa seperti pada umumnya yang hanya berfungsi untuk membersihkan badan fisik semata,” ujar Guru Sri Hasta Dhala seraya menambahkan, bahwa proses inilah yang senantiasa diajarkan di Ashram, sehingga para bhakta paham betul alasan dan tujuan mereka melakukan sesuatu, dan tidak terkesan asal-asalan, melainkan akan dapat memberikan dampak vibrasi bagi dirinya, keluarga maupun lingkungan dimana ia tinggal,” tegas Guru Sri Hasta Dhala.
Tampak para bhakta dengan gemulai menarikan tarian pemujaan seperti tari Siwa Gangge, dan tari Winayaka dibarengi melantunkan Gayatri Mantra, Catur Sembah Mahamantram. Dilanjutkan lantunan Puja Guru, dan memuliakan Siwa sebagai Siwa Baruna dengan mengucapkan mantra Om Siwa 3x, Siwa Baruna Jaya-Jaya, Jaya Baruna 7x, dan mantram suci lainnya. Sebelum acara penglukatan inti dilakukan diawali para bhakta menarikan tari Siwa Gangge 11 kali, dengan posisi perempuan di sebelah kanan posisi Guru Sri Hasta Dhala berdiri bersama Ibu Ashram, dan para bhakta pria berdiri dan menari mengambil posisi di sebelah kiri (dilihat dari posisi depan-red). Setelah itu perlahan namun pasti, Guru Sri Hasta Dhala bergerak lebih dalam ke tengah laut diikuti semua bhakta. Sementara Guru Sri Hasta Dhala bersama Ibu Ashram berdiri sambil memercikkan tirtha, para bhakta sembari melantunkan puja-puja dan nyanyian suci berputar mengelilingi Guru Sri Hasta Dhala.
Sampai akhirnya penomena heroik dan mengharukan terjadi. Dimana seiring semakin kuatnya getaran vibrasi itu, para bhakta berebut untuk mendapatkan sentuhan anugerah dari Guru Sri Hasta Dhala dan Ibu Ashram, bahkan sejumlah bhakta terus memeluk kaki Guru Sri Hasta Dhala dan Ibu Ashram Sri Sam Jnani dengan eratnya seakan tak mau melepasnya, sembari meneteskan air mata kebahagiaan. Bahkan sejumlah bhakta mengalami kebangkitan atas getaran vibrasi suci yang terjadi akibat respon positif alam semesta dengan kualitas ketulusan dan keyakinan para bhakta untuk melakukan ritual Gangga Astuti tersebut.
“Semua ini menandakan, bahwa ritual yang kita lakukan ini telah diberkati oleh Dewi Gangga dan Siwa Baruna sebagai penguasa lautan serta penghancur dan pembersih segala kekotoran,” imbuhnya. Sementara ketika ditanya tentang warna ungu yang mendominasi pakaian para bhakta, adalah tiada lain bahwasannya warna ungu merupakan warna kesenangan Dewi Gangga. Sedangkan sekar mawa (bunga mawar-red), merupakan simbol Sat Guru atau Tuhan (guru alam semesta). Dimana Sat Guru adalah Tuhan yang mengajarkan manusia dalam wujud aliran pengetahuan. *** Cahayamasnews.com/Andi.
Facebook Comments