
Aksara Bali tak Sekadar Aksara Biasa, Namun Aksara Suci yang Dimuliakan dari Zaman ke Zaman
PEMPROV BALI (CAHAYAMASNEWS). Aksara Bali merupakan aksara yang masih hidup dan berfungsi sebagai media komunikasi, alih pengetahuan, ekspresi seni, dan dokumen-dokumen kultural secara turun-temurun. Aksara Bali telah mensejahterakan kalangan pangawi (sastrawan), seniman dan pengerajin melalui karya-karyanya seperti: seni prasi, tika, dan aneka terbitan karya sastra. Aksara Bali bukan sekadar aksara biasa, melainkan aksara suci yang dimuliakan oleh masyarakat Bali dari zaman dahulu kala. Demikian ditegaskan Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Bali, AA Ngurah Oka Sutha Diana, dalam keterangan tertulisnya pada media, Minggu (1/12/2019).
Lebih lanjut dijelaskan, bahwasannya aksara Bali merupakan huruf yang digunakan untuk menuliskan segala aspek kehidupan masyarakat Bali sejak dahulu sebelum dikenal huruf latin. Bukti-bukti itu dapat dilihat dari semua naskah lontar, prasasti, purana, dan berbagai manuskrip lainnya yang memuat keseluruhan pengetahuan, tradisi, seni, dan budaya serta kearifan lokal dari Lelangit (leluhur), dan para ‘Kawi’ Bali dari zaman ke zaman. Selama ini, aksara Bali sebagaimana digunakan dalam Kekawin Sutasoma yang memuat Sesanti Bhinneka Tunggal Ika dan nama Pancasila, terbukti telah menyelamatkan khasanah Nusantara.
“Sesungguhnya, Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali serta Penyelengaraan Bulan Bahasa Bali tidak bertentangan dengan Undang-Undang No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangasaan, karena undang-undang tersebut mengatur penggunaan bahasa, bukan mengatur penggunaan aksara. Peraturan Gubernur Nomor 80 tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali serta Penyelenggaraaan Bulan Bahasa Bali menentukan posisi aksara Bali dalam penulisan papan nama kantor, jalan, gedung, sarana pariwisata, fasitilitas umum lainnya di atas nama yang ditulis dengan huruf Latin, tiada lain bertujuan untuk memuliakan aksara Bali itu sendiri, sebagai ciri khas dan sekaligus identitas masyarakat dan budaya Bali.
“Penggunaan aksara Bali merupakan bentuk penguatan identitas budaya daerah sebagai bagian utuh kekayaan budaya Nasional dalam kerangka ideologi Pancasila, UUD NRI tahu 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika,” ujar AA Ngurah Oka Sutha Diana, seraya menegaskan, bahwasannya pengalihaksaraan huruf Latin ke dalam aksara Bali tetap mengikuti kaidah pelafalan Bahasa Indonesia. Bahkan dalam pengaturan penggunaan aksara Bali dalam penulisan papan nama kantor, jalan, sarana pariwisata dan fasilitis umum lainnya ditentukan dengan tulisan warna hitam dengan latar belakang warna gradasi merah ke putih.
“Peraturan Gubernur No 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Pengunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali serta penyelengaraan Bulan Bahasa Bali telah memenuhi persyarakatan dan proses penetapan produk hukum daerah, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 236 ayat (4) tegas Biro Humas dan Protokol Ngurah Oka Sutha Diana telah memberikan kewenangan kepada Kepala Daerah untuk menyusun Peraturan Daerah yang memuat materi muatan lokal. Peraturan Gubernur Nomor 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali serta Penyelengaraan Bulan Bahasa Bali telah melalui proses fasilitasi, verifikasi dan disetujui oleh Kementerian Dalam Negeri RI, sehingga dapat diundangkan pada tanggal 26 September 2018.
“Pemberlakukan Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali adalah sebagai bentuk kesungguhan komitmen pemerintah daerah Bali, dalam memuliakan aksara Bali dan bahkan telah mendapat sambutan positif mulai dari seluruh lembaga pemerintah, lembaga pendidikan, lembaga swasta dan masyarakat luas,” tegas Ngurah Oka Sutha Diana sembari mengajak semua pihak untuk tidak mempermasalahkan penggunaan dan penempatan aksara Bali tersebut. Masih banyak hal-hal penting lainnya yang perlu diurus, dalam upaya mewujudkan visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” demi tercapainya kehidupan krama dan gumi Bali yang maju, sejahtera, damai, dan bahagia sekala-niskala. *** Cahayamasnews.com/Tim.
Facebook Comments