October 4, 2024
Adat dan Tradisi

Komunitas Atma Widya Denpasar Kembali Menggelar Upacara Warak Keruron, Ngelangkir, dan Ngelungah

DENPASAR (CAHAYAMASNEWS.COM). Bertepatan pada rahina Saniscara Paing Warigadean, Sabtu 07 September 2024, Komunitas Atma Widya, Denpasar, kembali menyelenggarakan upacara Warak Keruron, Ngelangkir, dan Ngelungah. Upacara dilaksanakan di Pantai Padang Galak, Desa Adat Kesiman, Denpasar dan Diikuti hampir dua ratusan peserta. Upacara tersebut dipuput Ida Rsi Bujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti dari Griya Bhuwana Dharma Shanti, Sesetan, Denpasar. Kegiatan ini merupakan pelaksanaan yang ke 23 kalinya. Sambutan dan antusiasme masyarakat sangat tinggi, terbukti jumlah peserta selalu membludak.
Sejak pukul 15.00 wita, krama pemilet (peserta-red) upacara Warak Keruron, Ngelangkir, dan Ngelungah tampak mulai berdatangan dan selanjutnya berkumpul di lokasi upacara. Tampak panitia penyelenggara yang sebagian besar pemangku, sibuk mempersiapkan segala sesuatunya. Tepat pukul 17.00 wita di Bale Pawedaan tampak Ida Rsi Bujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti dari Griya Bhuwana Dharma Shanti, Sesetan, Denpasar, dengan penuh kekhusukan mulai melantunkan doa-doa suci disertai dentingan suara genta penuh kedamaian, menjadikan vibrasi di sekitar lokasi upacara terasa berbeda.
Prosesi upacara ini diawali Ida Sulinggih Ngarga Tirta, dilanjutkan Ngemargiang Pangeresikan, diawali dengan arak Berem, Tirta penglukatan, Bhyakaon, Durmengala, Prayascita, Pangulapan, Lisa Bale Gading dan Tirta Suamba. Ketua Panitia pelaksana upacara Jro Mangku I Wayan Dodi Arianta menjelaskan, upacara Warak Keruron adalah upacara pembersihan bagi orang tua bayi yang menggugurkan dan atau keguguran. Sedangkan upacara Ngelangkir adalah upacara pembersihan bagi anaknya yang mengalami keguguran atau anak yang sudah lahir, namun belum kepus tali pusar. Upacara Ngelungah adalah upacara pembersihan bagi anak yang meninggal yang sudah kepus (lepas) tali pusar, tapi belum tanggal gigi. Kegiatan kali ini diikuti sebanyak 181 sawa. Dimana sebanyak 179 sawa untuk upacara Warak Keruron dan Ngelangkir, sedangkan untuk upacara Ngelungah diikuti dua sawa.
Lebih lanjut Jro Mangku I Wayan Dodi Arianta menjelaskan, prosesi upacara Warak Keruron ini diawali dengan melaksanakan upacara ngulapin bayi yang dibuatkan upacara atau diupacarai dengan sarana Sanga Urip. Roh bayi tersebut dipanggil lalu dilinggihkan di Sanga Urip. Dilanjutkan upacara melukat Warak Keruron bagi orang tua (bapak dan ibu) bayi tersebut. Dilanjutkan upacara memberikan saji-saji, sambutan, janganan, bubur pirata, dan nasi angkeb kepada anak-anak yang diupacarai. Kemudian dilanjutkan dengan Ngeseng dan nganyutin ke segara. Dalam prosesi ini tidak ada upacara Ngelinggihan ring Kemulan karena bayi belum melakukan Karma Wasananya di dunia.
Kalau dulu tidak ada dan atau sangat jarang masyarakat melaksanakan upacara ini, tetapi seiring berjalannya waktu dan terjadi gejala di masyarakat, baik secara kenyataan ataupun lewat mimpi, sering terjadi gangguan di dalam rumah tangganya, baik terhadap kondisi ekonomi, keharmonisan keluarga serta gangguan atau pengaruh lainnya. Seperti halnya tradisi yang berlaku di masyarakat yakni menanyakan ke orang pintar, bahwa penyebabnya adalah diganggu oleh anak/bayi yang lahir akibat keguguran dan atau sengaja digugurkan, maka bayi itu harus diupacarai sehingga tidak mengganggu lagi. Tujuan utama pelaksanaan ini adalah menghilangkan traumatik orang tua pasca keguguran atau dan menggugurkan.
“Setelah diupacarai sesuai dengan jenis kasusnya, orang tua atau keluarga yang bersangkutan mengalami perubahan atau sembuh dari trauma tersebut. Maka sejak itu masyarakat mulai meyakini dan antusias untuk melaksanakan upacara tersebut hingga saat ini,” ujar Jro Mangku Wayan Dodi Arianta yang senantiasa berpenampilan low profile itu menjelaskan.
Lebih lanjut Jro Mangku I Wayan Dodi Arianta menjelaskan, banten utamanya berupa ayaban pulagembal, banten sambutan, banten janganan, pengeresikan jangkep, bubur pirata, banten nasi angkeb, dan banten untuk ngulapin. Pulangnya peserta mendapat Tirta Caru dan Tirta Suwamba untuk dipercikkan di rumah masing-masing.
“Jadi intinya ada tiga komponen yang dibersihkan yakni; Bapak dan Ibu, anaknya, dan rumahnya. Pada kesempatan ini mewakili seluruh panitia, kami mengucapkan terima kasih kepada krama pamilet (peserta-red) atas kepercayaan dan kerjasamanya yang baik telah mengikuti prosesi upacara ini dengan tertib, dan sekaligus tak lupa meminta maaf atas segala kekurangan dan barangkali ada pelayanan yang kurang berkenan dan memuaskan,” imbuh Jro Mangku Wayan Dodi Arianta.
Upacara ini juga suatu peringatan bagi mereka yang melakukan aborsi secara sengaja. Karena kenyataannya bahwa orang-orang yang keguguran itu dia sering diganggu, baik dari kehidupan ekonominya, kehidupan pribadinya. Artinya, dilarang melakukan pembunuhan walaupun itu masih dalam bentuk darah sekalipun.
*** CMN=Tim/Andi.

Facebook Comments

error: Content is protected !!