“AURA KASIH”
“Perebutan Kekuasaan Memenangkan Sifaf-Sifat Dewata”
Oleh: I Ketut Murdana (Senin, 11 Nopember 2024)
MANGUPURA (CAHAYAMASNEWS.COM). Politik perebutan kekuasaan, yang sedang membara di atas bumi ini, merupakan pergulatan antara sifat-sifat dewata dengan sifat-sifat asura, dan juga sifat abu-abu yang tak jelas arahnya. Mereka sama-sama bergulat, ingin menguasai diri setiap insan dan juga negara dan bangsa-bangsa di dunia ini. Pergulatan dinamis dengan segala hiruk pikuknya, untuk memenangkan keunggulan ambisi calon pemimpinnya masing-masing. Reaksi dinamisnya merupakan “perang”, bergejolak di dalam diri setiap insan masing-masing lalu memanas di ruang publik hingga “batas waktu ketentuannya”.
Walaupun berketentuan demikian, setelah pemimpin terpilihpun, bagi yang kalah tetap saja ngotot tak mau menghormati yang menang. Nyinyir nyonyor, bulian tak habis-habisnya, bahkan ada yang bagaikan malaikat menyumpahi, seolah-olah dia telah mampu melihat masa depan dengan baik. Ketidak dewasaan berkompetisi seperti, perlu mendapat perhatian lebih baik lagi demi sportifitas dan stabilitas nasional. Realitas ini menempatkan jiwa-jiwa asura serakah yang menjiwai para tokohlah yang sesungguhnya mengacaukan situasi. Perang dan memerangi sifat-sifat asura inilah sesungguh perjuang hidup manusia, bukan hanya berkuasa menjadi pemimpin, lalu berakhir di neraka.
Dalam konteks inilah kedewasaan psikologis sangat menentukan. Sudah seharusnya, ketika gendrang akhir perhelatan telah berbunyi semua peserta mesti menghormati yang menang lalu kembali berangkulan, bersama-sama melanjutkan cita-cita pembangunan bersama. Hanya raja yang butalah memiliki dendam kesumat di luar medan perang. Raja Drestharata ketika menerima Yudhistira beserta adik-adiknya, sangat dendam kepada Bima yang membunuh Duryodhana putra kesayangannya. Saat Bima ingin berpelukan kepada Raja, Sri Krishna mengingatkan kepada Bima, agar mengganti dengan patung Bima yang digunakan konsentrasi latihan gulat oleh Duryodhana. Saat itulah kekuatan Raja Drestharata memeluk patung sambil berteriak, mengekspresikan rasa dendamnya. Sambil mohon maaf atas kematian Bima. Saat itulah Sri Krishna menyampaikan bahwa Bima masih hidup. Sambil menangis Raja Drestharata menanggung rasa malu yang amat mendalam
Ketika berorientasi pada realitas semesta duniawi, bahwa kekuatan asura jauh lebih besar keberadaannya. Perjuangannya sangat agresif, atraktif, ganas, strategis, pendendam nan cerdas saat ini. Menempatkan posisinya menjadi pengukuh arus jaman Kali Yuga, yang konon berposisi tujuh puluh lima persen (75 %) keburukannya dan dua puluh lima persen 25 % kebajikannya.
Realitas ini menampakkan ciri-ciri significannya, bahwa yang jahat “dibenarkan” dengan kontruksi “pembenaran suryak siu”, ragam hoak membumbui dan pembulian nyinyir di media sosial, mengaburkan kebenaran demi kemewahan duniawi. Karena dominasi berjumlah banyak amat mudah berteriak-teriak, lalu menguasai panggung. Lalu yang benar dan suci disesatkan, dihina membabi buta dan dipinggirkan. Lalu mengukuhkan dirinya sebagai pahlawan. Politik murahan yang memecah belah persatuan dan kesatuan, menimbulkan luka mendalam, membutuhkan waktu panjang penyembuhannya. Artinya masyarakat merasakan pahitnya, asura menikmati kesenangan diatas penderitaan rakyat.
Walaupun secara nurani, merupakan pengingkaran terhadap eksistensi diri yang sesungguhnya, karena belum terbuka mencapai kejernihan hati nurani. Lalu akibat konstruksi gerakan politik pemimpin asura, mengakibat prilaku gradang grudung, dibutakan oleh ambisi kepentingan sesaat yang menyesatkan.
Kesenangan para asura adalah minuman keras dan pemuasan napsu lainnya yang memabukkan. Bukan air suci, Amritham sanjiwani yang menyucikan tumbuh berkembangnya sifat-sifat sattwan bijaksana dalam diri sendiri. Akibatnya pengetahuan suci kebenaran dan prilaku bijak terjebak disudut dan semakin disudutkan tak berdaya. Karena jumlah kwatitatifnya terbatas. Walaupun demikian patut diyakini bahwa di atas kebenaran duniawi, masih ada kebenaran Ilahi yang selalu melindungi. Oleh karena itu berpaling dan berfokuslah pada keyakinan kepada kebesaran-Nya. Melalui doa-doa tulus mohon perlindungan-Nya. Jawaban-Nya membutuhkan proses dan waktu yang cukup, serta kesabaran yang memadai.
Itu artinya perjuangan kebajikan untuk membebaskan diri dari ikatan jaman asura, amat berat bila dipikirkan, tetapi akan terasa ringan membahagikan bila disadari dengan prilaku yang berani dan tulus ikhlas.
Walaupun menata kesadaran ini, tak mudah tetapi anugrah semesta mengangkat dan meringankan, lalu tahap demi tahap kegelapan terbuka dan tertembus dengan sendirinya. Saat itulah kehadiran sinar suci-Nya benar-benar dirasakan kebenarannya membahagiakan. *** Semoga Menjadi Renungan dan Refleksi, Rahayu.
Facebook Comments