December 8, 2024
News

Pasca Majelis Kebudayaan Terbitkan ILIKITA, Pemprov Bali Larang Joged Bumbung Jaruh demi Perlindungan Budaya

DENPASAR (CAHAYAMASNEWS.COM). Mendasari ILIKITA Majelis Kebudayaan Bali (MKB), Nomor 01/X/MKB/2024 tertanggal 21 Oktober 2024, Pemerintah Provinsi Bali resmi melarang pementasan Joged Bumbung Jaruh (JBJ) karena dinilai merusak nilai budaya dan kesantunan tradisi Bali. Kebijakan ini ditegaskan melalui Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 18 Tahun 2024 dan ILIKITA Majelis Kebudayaan Bali, yang mengatur pelarangan pementasan JBJ di panggung maupun media sosial. Langkah ini diambil untuk menjaga kesakralan budaya Bali dari pengaruh negatif serta mengembalikan Joged Bumbung ke nilai luhur yang mencerminkan keindahan dan kesopanan.

Joged Bumbung adalah tari pergaulan yang populer di Bali dan dikenal sebagai seni hiburan yang memiliki nilai sosial dan estetika tinggi, sehingga sangat digemari baik oleh masyarakat Bali maupun wisatawan yang berkunjung ke Bali. Tarian ini biasanya ditampilkan dengan busana sederhana seperti kain songket atau perada, kebaya, gelungan (hiasan kepala), dan selendang, serta menggunakan kipas sebagai properti. Sebagai sebuah seni tradisi, Tari Joged Bumbung memiliki pakem berupa koreografi dan gerak tari yang memancarkan romantika keindahan.

Namun, dalam perkembangannya banyak penari Joged yang melakukan inovasi terhadap gerak-gerak pakem yang memberi kesan tidak senonoh dan mengeksploitasi tubuh dengan aksi seksual atau porno aksi. Hal ini bertentangan dengan kaidah tarian Bali yang berunsurkan logika, etika, dan estetika agama Hindu atau sering disebut sebagai Siwam (kesucian, logika), Satyam (kebenaran, etika), dan Sundaram (keindahan, estetika), sehingga menodai harkat dan martabat kesenian Bali.

Pemerintah Provinsi Bali dan Majelis Kebudayaan Bali menilai Joged Bumbung Jaruh melanggar nilai-nilai budaya Bali. Aksi-aksi yang dianggap porno dan provokatif ini merusak kesakralan joged bumbung asli dan mengakibatkan keresahan masyarakat. Lebih lanjut, penyebaran video joged jaruh di media sosial dinilai memperburuk citra budaya Bali di mata publik. ILIKITA dari Majelis Kebudayaan Bali yang ditandatangani oleh Prof. Dr. I Made Bandem, M.A., selaku Saba Pemutus Majelis Kebudayaan Bali Tingkat Provinsi Bali, menegaskan, bahwa Joged Bumbung Jaruh tidak memenuhi standar kepatutan budaya dan harus dihentikan.

Larangan ini mulai berlaku sejak diterbitkannya Surat Edaran Gubernur Bali pada 22 Oktober 2024, yang berlaku untuk seluruh Bali. Pementasan dan tayangan Joged Bumbung Jaruh dilarang tampil, baik di panggung, acara publik, maupun media sosial. Untuk mengimplementasikan larangan ini, Majelis Kebudayaan Bali bersama dengan Pemerintah Provinsi Bali akan melakukan penertiban secara terkoordinasi. Hal ini meliputi pelarangan pementasan Joged Bumbung Jaruh di seluruh wilayah Bali serta menghapus semua tayangan Joged Bumbung Jaruh dari media sosial.

Langkah tegas ini dilakukan agar budaya Bali terlindungi dan tetap menjadi ikon yang bernilai luhur. Dengan adanya larangan ini, masyarakat Bali diharapkan dapat menjaga citra positif joged bumbung sebagai warisan budaya yang memiliki nilai sosial tinggi dan menggambarkan keindahan serta kesantunan adat Bali. Kebijakan ini diharapkan dapat mencegah pengaruh negatif yang bisa merusak moral masyarakat dan citra Bali sebagai pusat budaya. *** CMN=Tim/Hms. 

——————————————————————–

GUBERNUR BALI

Yth:

  1. Kepala Kepolisian Daerah Bali
  2. Bandesa Agung Majelis Desa Adat Provinsi Bali
  3. Bupati/Walikota se-Bali
  4. Perbekel/Lurah se-Bali
  5. Bendesa Adat atau Sebutan Lain se-Bali
  6. Sekaa/Sanggar/Kelompok seni Joged Bumbung se-Bali di Tempat

SURAT EDARAN

NOMOR: 18 TAHUN 2024

TENTANG

TARI TRADISI JOGED BUMBUNG JARUH

Merujuk pada llikita Joged Bumbung dari Majelis Kebudayaan Bali Nomor: 01/X/MKB/2024 tanggal 21 Oktober 2024, disebutkan Joged Bumbung adalah salah satu jenis tari Joged yang berfungsi sebagai hiburana Dalam perkembangannya terdapat pementasan Tari Joged Bumbung Jaruh yang mengeksploitasi tubuh dengan aksi seksual atau porno aksi. Hal ini bertentangan dengan kaidah tarjan Bali yang berunsurkan logika, etika, dan estetika agama Hindu atau sering kita sebut sebagai siwam (kesucian, logika), satyam (kebenaran, etika), dan sundaram (keindahan, estetika), sehingga menodai harkat dan martabat kesenian Bali.

Penampilan Joged Bumbung Jaruh tersebut menyebabkan keresahan masyarakat Bali secara luas, terlebih diunggah di media sosial sehingga mencoreng citra kebudayaan Bali, oleh sebab itu perlu dilakukan tindakan pelarangan terhadap pementasan Joged Bumbung Jaruh, sekaligus meniadakan penayangan kesenian tersebut di seluruh media sosial.

Adapun unsur-unsur yang dianggap sebagai mengeksploitasi tubuh dengan aksi seksual atau porno aksi, meliputi hal-hal sebagai berikut:

  1. Gerakan penari joged dan/atau pangibing seperti:
    1. Gerakan memamerkan kemaluan dan payudara;
    2. Gerakan angkuk-angkuk yang saling berhadapan;
    3. Gerakan angkuk-angkuk dari belakang;
    4. Gerakan saling tindih; dan
    5. Pola ibing-ibingan yang sampai memegang kemaluan pangibing dan/atau penari.
  2. Kostum:

Kain atau kamen macingcingan sampai di atas lutut dan terbelah di depan sehingga kelihatan pahanya.

Berkenaan dengan hal tersebut di atas, kami meminta agar dilakukan langkahlangkah penertiban secara terkoordinasi, untuk:

  1. Menghentikan pementasan/pertunjukan Joged Bumbung Jaruh; dan
  2. Menghapus tayangan Joged Bumbung Jaruh di semua media digital.

Demikian untuk menjadi maklum, atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terimakasih.

Dikeluarkan di Denpasar pada tanggal 22 Oktober 2024.

Ttd Pj. Gubernur Bali S.M Mahendra Jaya.

 

Tembusan Yth:

  1. Ketua DPRD Provinsi Bali di Bali;
  2. Sekretaris Daerah Provinsi Bali di Bali;
  3. Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali di Bali;
  4. Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali di Bali;
  5. Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Provinsi Bali di Bali;

  1. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Bali di Bali;
  2. Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Bali di Bali; dan
  3. Arsip

 

Facebook Comments

error: Content is protected !!