October 24, 2024
Seni dan Budaya

“AURA KASIH”

“MENGENDALIKAN EGO”

Oleh: I Ketut Murdana (Sabtu : 25 Pebruari 2023).

Badung (Cahayamasnews.com). Belajar yang amat sulit adalah mengendalikan ego dalam diri sendiri, agar bisa berubah menjadi energi besar yang bisa “berguna”. Energi besar itu, agar bisa bermanfaat dan berguna untuk membangun semangat, kekuatan serta keyakinan meluhurkan harkat martabat mencapai tujuan hidup sejati, secara individu maupun hidup bersama.

Candi Borobudur, Candi Prambanan dan candi lainnya merupakan perwujudan ego besar menjadi kekuatan dan keyakinan tinggi yang mampu meluhurkan budaya spiritual, bahkan menjadi identitas yang mampu mewakili peradaban besar jamannya. Itu artinya kekuatan ego kebersamaan yang tertunduk dan terarah pada kesucian rohani, menjadi persembahan kepada kebesaran Tuhan yang dipuja.

Kesemua itu terkondisi oleh keyakinan besar hingga tercipta menjadi konfigurasi besar diantara individu-individu menjadi satu kesatuan berwujud peradaban spiritual yang amat besar dikagumi dunia. Di zaman Kaliyoga ini persatuan dan kesatuan  jiwa serta keimanan itu, sulit terkondisi, tetapi berkembang menjadi kekuatan indivudu-individu muncul semakin kuat kepermukaan. Mereka membawa dan mengukuhkan labelnya masing-masing.

Dengan label itu pengukuhan kekuatan, kekuasaan, dan hak individu diperjuangkan, lalu bisa dihargai hingga ia menjadi kaya sendiri. Nilai-nilai kebersamaan semakin terabaikan. Akibatnya lingkungan semakin rusak, walaupun kehebatan konsepsi sangat luar biasa, tetapi semuanya tertelan ego. Air dikuasai dengan merek tertentu, promosi dan konstruksi politik serta ekonomi yang berkedok kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat.  Malah justru menciptakan penyakit dan masalah baru. Botol dan sampah plastik meluber menyebar di permukaan bumi dan sederet masalah lingkungan.

Realitas ini sangat mengukuhkan ego personal semakin tak terkendali, berlindung diatas ijin resmi pemerintah, hingga egonya semakin kokoh lalu petani sawah dan masyarakat luas memperoleh dampak sibuknya ngurusi sampah plastik yang meluber kepermukasn sawah. Kebenaran ego inilah yang dibenarkan lalu terus didaulat untuk menundukkan yang lemah semakin tak berdaya. Inilah realitas dinamis memenangkan ego yang terkonstruksi di zaman Kaliyuga ini.

Itu artinya, budaya ego memenangkan diri sendiri, menjadi kemanjaan hidup nikmat sesaat, menjadi gaya hidup trandy menguasai dunia saat ini. Bisakah kita keluar dari perangkap zaman ini, “tentu bisa” bagi yang mau dan yakin pada diri masing-masing. Tentu keyakinan itu mesti diarahkan dalam upaya mengenal tujuan hidup yang sejati. Edukasi spirit melalui  sadhana bhakti yang tulus ikhlas dan tertuntun berdasarkan ajaran suci kasih-Nya.

Ketika sudah demikian ego-ego besar akan segera terlatih dan terkendali untuk bisa melakukan kebajikan bersama, memberi sesuatu yang berguna bagi bangsa dan negara. Menjadi swadharma yang desiplin beretika pengetahuan suci, yang mendamaikan jiwa dan yang tersentuh vibrasinya.

Ketika sudah demikian panji-panji suci kebenaran  berkembang semakin luas. Bukan berteriak-teriak kebenaran, tetapi dalam hatinya terselebung jiwa asura, lalu menghina pemimpin (Guru wisesa) seenak perutnya berdalih kritik, hingga menjadi bumerang bagi pembangunan bangsa dan negara sendiri.

Tetapi kebenaran semesta tak bisa ditipu sedemikian rupa, saatnya pasti terbuka lebar, roboh sendiri ditelan dosa malu sendiri. Bagaikan kutukan Aswatama putra Guru Drona yang salah menggunakan senjata sakti Brahmastra. *** Semoga menjadi renungan dan refleksi. Rahayu.

Facebook Comments

error: Content is protected !!