October 24, 2024
Seni dan Budaya

“AURA KASIH”

“CERDAS MENGHORMATI ANUGRAH”

Oleh:  I Ketut Murdana (Kemis  :  6 Maret 2023).

Pengetahuan suci merupakan realitas kehidupan yang terindrawi dan yang tak terindrawi, meliputi sistem penciptaan, pemeliharaan dan juga peleburan alam semesta dengan berbagai sifat dan karakternya. Pemahaman ini sekedar bayangan yang belum lengkap, membutuhkan penjelajahan dan penjelasan panjang…hingga mendekati kebenarannya. Oleh karena itu betapa terbatasnya kemampun kita memandang kemahakuasaan-Nya. Candi-candi pengetahuan adalah catatan hasil interfenetrasi antara orang-orang pintar bijaksana, orang suci masa lalu dengan kebesaran alam semesta serta Sang Pencipta Yang Maha Agung.

Betapa luasnya kebenaran itu terurai, mengalir meresapi jiwa-jiwa manusia, yang sesungguh mampu menyadarkan umat-Nya tentang kebesaran-Nya. Dibalik kesadaran terhadap kèbesaran itu, berkembang pula egoisme yang besar yang merasa telah menguasai kebesaran itu, lalu merasa besar dihadapan yang lainnya. Pandangan terhadap “kebesaran” itu dimaknai sebagai ego super power untuk menguasai, lalu ingin meniadakan yang lainnya. Akibatnya kedamaian dunia selalu terganggu.

Di tengah-tengah dinamika itulah lahir kesatria-kesatria dharma yang “diberkati”, sekaligus menjadi rahasia yang amat rahasia, tetapi terbuka tanda-tandanya bagi orang-orang tertentu yang diberkati kesucian hati nurani. Apabila ego super pawer berlaku ingin menguasai seperti itu, berarti “kebesaran anugrah kuasa” yang tidak melindungi, maka tidak bisa disebut pelindung. Itu artinya tidak terhubung dengan sifat Ilahi sebagai Sang Pelindung.

Demikianlah gambaran kisah Rahwana yang mendapat berkat Dewa Shiva untuk menguasai tiga dunia, tetapi salah menggunakan kebesaran kuasanya, akhirnya terbunuh pula oleh manusia berwatak dewata bernama Sri Rama. Kebenaran ini tidak pernah terbayangkan oleh Rahwana, bahwa Tuhan Sang Pencipta, selalu menciptakan sesuatu yang baru untuk menyelamatkan umat manusua dan dharma di bumi.

Gejala kini bahkan telah menjadi realitas baru yang ditandai “merasa bisa” dari belajar sekedar “mengetahui”, sudah merasa “mendapatkan”. Artinya  belum “mendapatkan pengakuan” publik, maupun  “anugrah Ilahi”, yang sesungguhnya dapat mencirikan vibrasi suci-Nya. Bagi orang-orang telah memahami kebenaran ini dapat merasakan kekuatan energi suci yang berpancar dari setiap lontaran perkataan, yang tersusun menjadi kalimat yang menyejukkan, membangkitkan semangat baru kesadaran diri terhadap penguasa semesta luas tak terbatas.

Keluputan dari kebenaran ini, menyebabkan sistem yang bekerja dalam diri adalah olah pikir emosional  penuh napsu. Akibatnya senggal senggol sana sini berkedok edukasi, bahkan mengukuh kebenaran situasi masa lalu sebagai kemutlakan, berbicara lepas kontrol etika normatif, dan kesantunan, merendahkan martabat orang lain di depan piblik, dianggap kebenaran dan lelucon.

Dalam konteks inilah emosional melebur kesantunan, melorot deras memasuki sifat-sifat asura, yang sulit dirasakan dan diketahui. Mengerikan dan memang mengerikan bila dirasakan dari sudut pandang kerohanian nan suci. Tetapi bagi asura hal ini dianggap sebagai keberanian dan keunggulan pengukuhan egonya sendiri.

Dosa bukan menjadi pertimbangan, tetapi kekuasaan dan menguasai adalah tujuan. Nasehat dan kritik kebajikan bukan menjadi pertimbang, tetapi menjadi musuh yang harus dihancurkan. Demikianlah kelakuan Rahwana terhadap Wibhisana. Menggambarkan kebajikan terlindung oleh kebajikan dharma itu sendiri.

Bagi orang-orang terpelajar yang ingin dan sedang berjalan di jalan dharma, mesti sadar dan yakin sepenuhnya bahwa perbuatan baik di jalan dharma mengandung resiko yang amat berat di jaman Kaliyuga seperti sekarang ini. Dibalik semua itu Tuhan pasti menjawab dengan perlindungan yang amat membahagiakan, sehingga setiap saat jiwa diresapi kemenangan dharma. Perjuangan mewujudkan kebesaran jiwa seperti itulah keutamaan spirit, memenangkan dharma di jaman Kaliyuga. Apabila kebenaran ini semakin meluas, maka akan bermakna bahwa kemenangan tidak mengalahkan siapa-siapa. Tetapi melebur dan menundukkan sifat-sifat asura dalam diri sendiri, larut luluh pada kebajikan dharma, sehingga sifat suci atman bisa menjadi Pengendali. *** Semoga menjadi renungan dan refleksi, Rahayu.

Facebook Comments

error: Content is protected !!