October 24, 2024
Seni dan Budaya

“AURA KASIH”

“WARNA WARNI”

Oleh:  I Ketut Murdana (Selasa:  11 April 2023).

BADUNG (CAHAYAMASNEWS.COM). Alam beserta isinya, dengan segala varian identitasnya, bisa dikenali atau terindrawi melalui warna-warnanya. Burung gagak berwarna hitam, burung bangau berwarna putih dan seterusnya. Dalam kontek mengenal warna-warna ini, bukan sekadar indrawi tetapi juga sifat-sifat karakternya, lalu menjadi “pengandaian” atau “kias” melalui bahasa: tanda, methaporik, hermeneutika, simbolik dan maksud-maksud serupa lainnya.

Setiap makhluk memiliki warnanya masing-masing. Melalui warna-warna itu identitas karakternya terbaca, yang tak “tergantikan”. Warna jenis pohon kelapa dari jaman dahulu kala hingga kini dan dimanapun juga berwana hijau dengan varian perubahan biologisnya. Artinya identitas warna itu “tetap abadi” dalam perubahan. Dari jaman dahulu burung gagak ya berwarna hitam. Lalu melalui warna-warna itu, perlahan dikenali oleh manusia sifat-sifat dan kerahasiannya hingga bisa bekerja sama, bisa memberi “sesuatu” yang baik kepada manusia. Tetapi warna kulit manusia tercipta berbeda-beda, berdasarkan ruangnya masing-masing. Realitas kebenaran ini juga tetap abadi, sehingga karakternya mewakili identitas serta “keunggulan” masing-masing dimana mereka dilahirkan.

Manusia juga digambarkan secara filosifis berdasarkan herarkhi karakter unggulnya melaksanakan tugas kewajibannya di dunia, dalam sistem kemasyarakatan, yaitu: Catur Warna. Brahmana orang-orang yang unggul menguasai pengetahuan suci. Kesatria adalah orang-orang yang unggul dalam memimpin masyarakat menuju peningkatan harkat martabat mencai adil dan makmur. Wesya adalah orang-orang yang menguasai hidup material perekonomian

Sudra adalah pekerja kuat melaksanakan sistem ketiga tersebut di atas. Demikian pula para tokoh cerdas, para leluhur bangsa Indonesia, yang patut kita hormati bersama menggambarkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, sebagai upaya ideologis pemersatu dalam bingkai kenusantaraan yang beragam warna suku. Sangat luar biasa. Oleh karena itu menjungjung tinggi dan mempertahan serta mempejuangkan adalah sifat kesatria Nusantara.

Memahami realitas kebenaran warna dan kontek filosofisnya, membawa manusia menyadari realitas “kebenaran abadi” melalui ciptaan-Nya yang “selalu terpelihara”. Terpelihara dan memelihara warna-warna itu adalah wujud kebenaran kasih-Nya. Artinya bila “memelihara” berarti sadar pada pelayanan Tuhan sebagai pemelihara (Dewa Wisnu=Dewa Narayana). Terpelihara adalah penyelamatan kehidupan menjadi sejahtera dan damai.

Perubahan alur kesadaran yang berorientasi pada kekuasaan politik, materialistik, mengakibatkan ideologi-ideologi tertentu ingin mewarnai semua warna menjadi satu warna, berangan-angan “kuasa” yang ingin “menguasai”. Disinilah letak persoalan “pertentangannya” dengan “hakekat kebenaran realitas warna-warni” yang “terpelihara” untuk memberi kepada manusia. Oleh karena ideologinya bertentangan dengan hakekat semesta, maka hanya sesaat bisa naik kepanggung permukaan, lalu lebur kembali dalam pralina “penyadaran” atau “terkubur”.

Realitas demi realitas “kegagalan”, bahkan kehancuran ternyata bukan menjadi penghalang, justru  mencari strategi baru pengulangan. Begitulah sifat warna asura gelap telah menguasai. Tidak pernah tunduk pada edukasi semesta, karena kebenarannya untuk “menguasai”

Melalui varian gerak semesta warna warni ini, merupakan edukasi spirit semesta yang mesti diteladani oleh siapun di bumi ini, bila ingin selamat mengemban misi Catur Warna di bumi ini. *** Semoga menjadi renungan dan refleksi, Rahayu.

Facebook Comments

error: Content is protected !!