
“AURA KASIH”
“PELINDUNG DI BALIK REALITAS”
Dipetik dari Bhagawadgita, XIII, 1-3 (Sang Pencipta dan Ciptaan-Nya)
Oleh: I Ketut Murdana (Selasa: 19 September 2023).
BADUNG (CAHAYAMASNEWS.COM). Melaju memasuki dunia kehidupan dalam kehidupan jasmani dan rohani, menyertakan badan dan jiwa. Orang-orang arif bijaksana memaknai badan adalah lapangan (Ksetra) tempat akitivitas berkembangnya sifat badani yang disebut juga “gerak tak sadar” atau Prakerti. Jiwa yang berpengetahuan mengetahui lapangan dan aktivitas ketidak sadaran dan disadarkan oleh pengetahuan material dan spiritual menuju pencapaian tujuan hidup (Ksetrajna).
Pengetahuan suci mencapai tujuan hidup inilah anugrah paling mulia di antara semua makhluk. Oleh karena itu, memuliakan diri untuk selalu mempelajari dan melaksanakan perintah kebajikan memuliakan dan larangan-larangannya, adalah karma yang berpengetahuan suci (refleksi Kesetrajna). Kealpaan terhadap realitas kebenaran, mengakibatkan erosi moral, yang amat bermasalah dalam kehidupan kini. Cerdas intelektual, menjadi tak berguna bagi pembangunan bangsa, justru membingungkan masyarakat dan membebani negara dan bangsa.
Memaknai dan meresapi melalui kecerdasan olah rasa dan spiritual serta terkondisi alur pengetahuan suci, lalu merefleksikan olah kerja yang menempatkan kerja sebagai persembahan adalah kesadaran terhadap alur kebenaran. Itu artinya, sifat badani yang disebut Prakerti itu sebagai sifat yang tidak sadar itu (Acettana) merupakan pondasi sifat alamiah manusia yang amat halus. Sifat material ketidaksadaran ini, “disadarkan” oleh sifat hakiki “kesadaran” (Cettana) yang berdimensi material menuju pendakian spiritual, guna mencapai kesejahteraan jasmani material dan kebahagiaan rohani spiritual.
Apabila gema pembangunan mental spiritual terabaikan, dan tidak menjadi perhatian, bahkan dihina dan disepelekan, sudah barang tentu napsu asura semakin berkuasa di permukaan. Dampak dari semua kehidupan berbangsa dan bernegara menjauh dari kesejahteraan dan kedamain. Realitas ini sedang bergema menguasai atmosfir langit Nusantara, yang patut kita sadari dan kembali menempatkan kesadaran berbhakti kepada Ibu Pertiwi Nusantara kita.
Dalam dimensi pertautan gerak regulasi dualitas yang amat variatif dan beragam, adalah bratha-yudha yang sungguh meresap, pasti dialami dan tidak terhindarkan oleh siapapun dalam ragam masalah serta posisi kewajibannya masing-masing.
Menyadari realitas dinamis Ksetra atau lapangan kehidupan dunia adalah pergulatan ketidaksadaran dan kesadaran. Di balik itu mesti sadar pula bahwa di balik pergulatan itu, ada kekuatan Maha Sadar yang bekerja sebagai sutradaranya. Itulah “DIA”, yang mengatur serta melindungi bagi abdi-abdi dharma mencapai Para Dharma.
Memaknai regulasi pergulatan itu, yang disebut “perang Bratha Yudha” itu adalah proses pengenalan, penguatan jati diri, melalui pertautan dualitas, kontras, pincang dengan segala lika-likunya, menjadi satu dalam harmoni. Dia adalah Dewa dan Dia adalah Asura, yang diberi keadilan ruang geraknya. Mengenal, memahami dan memposisikan serta perubahan waktu yang berjalan terus (Kalpa), melalui kesadaran yang tertuntun dan terlindungi ini, adalah perjuangan atau “Karma Penyempurnaan”.
Dunia adalah tempat berproses, kelahiran berbadan manusia adalah wahana rohani, serta pengetahuan adalah berkat penyempurna. Oleh karena itu, memahani dan memaknai pengetahuan hidup dalam kehidupan, merupakan hal yang utama, agar hidup berguna dalam “Penyempurnaannya” dan tertuntun mencapai Yang Maha Sempurna, itulah “DIA”. *** Semoga Menjadi Renungan yang Cerdas dan Arif Bijaksana, Rahayu.
Facebook Comments