
“AURA KASIH”
“JALAN KEBAJIKAN YANG BERLIKU”
Oleh: I Ketut Murdana (Rebo: 12 Juni 2024).
MANGUPURA (CAHAYAMASNEWS.COM). Air turun dari langit disangga oleh gunung, hutan dan unsur Pertiwi lainnya. Kedahsyatan limpahan air menyentuh gunung, mengalir lewat lika-liku sungai dan parit meluber cepat-cepat menerobos menuju lautan. Air yang terhalang pepohonan meresapi tanah, menggenangi dataran, selokan, sawah, rumah dan seterusnya. Menjadi simpanan atau bank air, danau dan dibawah tanah. Kemudian menyembur di tebing, dipermukaan tanah, di bawah tanah melayani kehidupan, agar kita hidup sehat, sejahtera dan damai. Seperti itulah salah satu layanan, mencipta, memelihara, peleburan Yang Maha Kuasa kepada seluruh ciptaan-Nya.
Saat kekeringan tandus ditumpahi hujan, beberapa hari kemudian, tanah tampak mulai menghijau segar, para petani mulai bercocok tanam, binatang riang gembira menikmati daun, buah, serta warna-warni keindahannya. Gaerah romantika ragam kehidupan, berbinar ceria memadu cinta kasih, menciptakan generasi baru memenuhi dunia menjalankan edukasi dan penyempurnaan. Cinta kasih tercipta meresapi jiwa-jiwa menjadi sahabat hidup bersama meratapi tujuan hidup sejati.
Air turun tegak lurus dari langit, lalu dibawa berlika-liku oleh sungai-sungai, selokan, semburan dan lain sebagainya, berbagi memberi hidup jasmani dan keindahan rohani kepada seluruh ciptaan-Nya. Lalu diangkat lewat esensi, baik air tawar maupun asin oleh panas matahari, lalu menjadi embun berkumpul disebarkan oleh angin bisa turun dimana saja dibelahan bumi ini.
Realitas ini mendeterminasi sifat kuasa alamiah-Nya, yang menyentuh langsung substansi kehidupan manusia dengan segala esensi dan refleksinya. Artinya dari air menyegarkan aneka ragam hayati dan hewani yang dibutuhkan manusia.
Menyadari dan merasakan “gerak semesta dan pemberi ini”, adalah sentuhan spirit melihat dan merasakan kebenaran dibalik realitas. Ketika hal itu terjadi dan berkembang di dalam diri, inilah ciri-ciri bangkitnya kesadaran rohani, bahwa “ada” sesuatu disitu dan “itu” (tat) yang menyebabkan. Artinya akibat kuasa-Nya yang dirasakan dan Penyebab-Nya adalah “Itu” (tat) atau Dia yang tak terindrawi. Dengan demikian Dia adalah “nyata” dan Dia adalah “tidak nyata”.
Kesenangan dan penderitaan adalah realitas yang selalu bergerak dinamis dalam diri manusia, bagaikan air selalu bergolak lika-liku menyentuh tebing bebatuhan rintangan pepohonan dan rintangan lainnya yang tak terduga. Kenyataan tak terduga ini rahasia, yang bisa menjadi kenyataan dalam pengalaman hidup sehari-hari. Ketika pikiran terkondisi hanya pada realitas duniawi, maka masalah yang hadir menghadang dan meresapi, dianggap penderitaan. Ketika pikiran telah tunduk pada kesadaran edukasi penyempurnaan, maka hadirnya masalah adalah edukasi yang harus dan wajib dilaksanakan dan diselesaikan. Karena semuanya itu adalah wujud ketaraturan dari Dia, atas hukum karma masa lalu yang hadir dalam putaran waktu hidup saat ini. Seperti itulah kesadaran penebusan yang terlaksana lewat prilaku yang berpengetahuan
Senada dengan semangat seperti itu “jalan kebajikan” menuju penyempurnaan diri yang diteladani oleh air sungai, dari jaman ke jaman mengedukasi dengan keabadian-Nya. Pandangan yang berliku-liku adalah persepsi-persepsi menuju kebenaran sejati, bagaikan air sedang berjalan menuju penyatuan di lautan. Menghargai eneka persepsi adalah membuka jendela berpikir dan bernalar, menuju penyempurnaan. Ketika telah sampai pasti diam seribu bahasa, “bersatu dengan kelanggengan”. Walaupun diam tetapi selalu memberi, itulah Dia mengalir berliku-liku, demikian juga cara atau jalan untuk mencapai-Nya, . *** Semoga Menjadi Renungan dan Refleksi, Rahayu.
Facebook Comments