
“AURA KASIH”
“MEMAKNAI PERUBAHAN”
Oleh: I Ketut Murdana (Selasa, 02 Juli 2024).
MANGUPURA (CAHAYAMASNEWS.COM). Ketika arah pandangan berubah, yang dilihatpun berubah. Artinya arah perhatian bisa mengawali terbukanya perubahan. Arah dan tujuan dari perubahan itulah “terpenting”, agar menemukan esensi dan eksistensi sebagai ekspresi karakter seni budaya mencirikan identitas dalam pergaulan dunia. Tidak ada yang tidak berubah di dunia ini. Oleh karena itu manusia sebagai agen perubahan yang menentukan arus perubahan itu, menemukan esensi dan eksistensi identitas diri untuk mencapai tujuan hidup sejati, ditengah-tengah perubahan dan mampu mengubah perubahan itu menjadi esensial maknawi.
Suasana baru akibat respon obyek baru ke subyekmater. Subyek merekam aneka respon-respon indrawi natural estetik dan dinamika sosiologis nan psikologis di ruang sosial yang selalu dualistik. Kompleksitas yang dinamis ini meresapi, menggaerahkan bahkan menghadang tujuan. Saat seperti ini diperlukan perenungan untuk memaknai sebagai refleksi evaluasi serta pertimbangan logis, etis nan bijak. Apabila tidak demikian pada sisi yang lain, seringkali kabur dan buram melihat dinamika realitas itu. Semuanya itu memerlukan bekal pengetahuan intelektual dan spiritual nan sosial yang mencukupi, berguna saat interaksi dan upaya interfenetrasi, mengatasi keraguan dan kebingungan yang memburamkan.
Disinilah kompleksitas masalah yang menantang, agar bisa diurai secara jelas agar bisa menemukan esensi dan eksistensinya, membuka jalan terang dan ruang bergerak berproses mencapai tujuan. Tantangan terbesarnya terletak pada sikap konvensional apreori. Memerlukan proses edukasi metodologis yang konteksual adaptif, hingga akulturasi transformasi nilai-nilai berjalan sealur harmonis. Edukasi penyadaran ini terhadap arus nilai baru yang dibawa oleh perubahan itu, terjadi dari jaman ke zaman, bahkan bermacam-macam konplik pun bisa terjadi. Karena berakibat terhadap berbagai “pengorbanan”.
Apabila refleksi hasil perubahan itu bermanfaat secara significan, maka perubahan itu disenangi lalu mendiamkan segala reaksi. Saat itu pengendali perubahan mesti mampu menguatkan dan “mewujudkan” harapan besar dan sebesar-besar nilai kebergunaan dari perubahan itu sendiri.
Dengan demikian manusia-manusia yang sadar menjadi agen perubahan, mesti berbekal ilmu pengetahuan material dan spiritual secara teoritik dan praksis yang memadai, dalam perspektif lokal dan global, terkendali oleh nilai-nilai kejujuran hati nurani. Itu artinya agen perubahan yang berguna meningkatkan tarap hidup jasmani rohani, dalam berbagai tingkata tarap hidup masyarakat luas. Sadar terhadap pelestarian alam beserta isinya.
Berkenaan dengan itu perubahan berarti mengangkat derajat hidup manusia ditengah-tengah masyarakat luas, dan alam lingkungannya. Bukan asal berubah tetapi menimbulkan kerusakan moral menjadi kepincangan sosial tak terkendali dan kerusakan alam yang semakin parah, menjadi agen perubahan yang berkarakter asuraisme. Tentu perubahan yang berkarakter asuraisme ini, merupakan penghadang sparing partner yang mesti dibendung dan ditundukkan melalui kualitas humanisme yang lebih besar dan murni. Tantangan besar inilah perjuangan bagi agen-agen perubahan yang berkarakter humanis religius dan spiritual, yang disebut sebagai abdi-abdi dharma. Apabila menempatkan diri sekuat-kuatnya atas keyakinan pada pelayanan dharma, maka dharma pasti menuntun dan melindungi. *** Semoga menjadi renungan dan Refleksi, Rahayu.
Facebook Comments