October 25, 2024
Seni dan Budaya

“AURA KASIH”

“DAMAI BUKANLAH ANGAN-ANGAN”

Oleh:  I Ketut Murdana (Kemis, 11 Juli 2024).

MANGUPURA (CAHAYAMASNEWS.COM). Rasa damai bukan sekedar angan-angan yang hadir dengan sendirinya. Walaupun hal itu bisa juga terjadi, karena “kehendak-Nya yang amat spesial dan rahasia”. Biasanya hadir diawali atau lewat masalah yang berat menimpa, seolah-olah tak mampu untuk dipikirkan, apalagi untuk menyelesaikan. Saat-saat kondisi jiwa seperti inilah seluruh aspek logika rasional, rasa, napsu indriya-indriya serta energi seolah-olah buntu, menghadapi jurang curam menghadang siap menenggelamkan. Tetapi semua itu harus dihadapi, berdiam sejenak merenungi dengan sebaik-baiknya. Apakah jawabannya keputus-asaan atau menenangkan diri berdoa mohon petunjuk tuntunan-Nya.

Saat itu sesungguhnya kehadiran-Nya melalui keadilan hukum sifat kuasa-Nya. Hal ini amat sulit disadari, kurang atau belum dipahami atau tak mau memahaminya. Saat-saat seperti itulah banyak orang mengambil keputusan pada jalan pintas, hingga gagal dan menggagalkan hakekat hidupnya sebagai manusia berpengetahuan atas restu kuasa-Nya. Jalan itu justru menurunkan harkat hidupnya, karena “menolak proses edukasi penyempurnaan” dari kehadiran kasih-Nya. Itulah kebutaan hati nurani yang tidak mampu melihat kasih suci-Nya dibalik masalah yang mesti diselesaikan. Kegelapan seperti ini telah menimbulkan banyak korban saat ini. Patut dikaji bahwa dibalik sumringah material terjadi dosa besar yang tak disadari.

Sesungguhnya itulah tugas hidup dan kehidupan di dunia untuk menyelesaikan masalah yang belum terselesaikan, yang disebut “hutang karma” masa lalu. Realitas ini tidak bisa dihindari oleh siapapun, sebagai wujud kerja keadilàn-Nya. Bukan seperti hukum manusia, “bebas penjara bagi siapa yang bayar”.

Saat-saat sampai pada puncak keterpurukan itulah sesungguhnya “cuci dosa”, hingga lahir doa-doa sungguh, memohon perlindungan kepada-Nya. Saat itulah napsu dan ego di kosongkan, hingga jiwa yang suci bisa muncul ke permukaan mengatasi pikiran berjalan merangkak menuju perbaikan segala unsur, indriya, napsu dan ego. Merangkak dalam keprihatinan, menyebut-nyebut Tuhan, lalu bertanya kesana kemari hingga tak disadari bisa bertemu sahabat. Saat inipun ujian bagi keyakinan juga, bisa datang dari sahabat, lalu mengajaknya ke jalan sesat neraka tanpa disadari.

Selanjutnya ada pula hadir sahabat yang benar-benar sahabat yang disinari Kasih-Nya untuk menolong membawanya ke jalan perjuangan menuju “kedamaian”. Saat itulah beban masalahnya mulai diangkat melalui energi suci pencerahan kasih suci-Nya, hingga beban masalah terangkat menjadi ringan. Saat itu rasa damai mulai terbuka menyinari, mengakibatkan jiwa bangkit segar, yakin menghadapi masalah. Lalu energi materialpun pulih, semakin berdenyut semakin menyenangkan dan  rasa damai semakin tumbuh membahagiakan.

Tetapi ingatlah pula bahwa tahapan godaan yang seringkali disebut ujianpun belum selesai, karena memang tak pernah selesai sepanjang hidup. Godaan selalu datang lagi melalui berbagai kejenuhan yang seringkali memalaskan. Logika napsupun mengurung lagi, lalu lupa bersyukur dan berdoa dengan segala prosesnya. Akibatnya kegelapan kembali menyelimuti, lalu mulai berceloteh dengan pembenaran pembenaran, bahkan pengetahuan suci kebenaran sejatipun dilecehkannya. Dijadikan lucu-lucuan dan ketawaan. Saat seperti itu keyakin kepada “Yang Memberi”, rontok, lalu dimanapun bertemu orang-orang yang tak jujur yang menjadikan hidup hancur

Ketika sudah demikian jiwa nurani yang suci semakin kering, walaupun berontak di dalam tubuh tetapi tak bisa didengar oleh sifat-sifat maya pikiran yang telah dikuasai napsu, hingga berubah karakter kejiwaannya, menjadi berkarakter asura maya. Realitas ini semakin banyak berkembang menguasai atmosfir dunia saat ini, tetapi sangat pintar berceloteh tentang kebajikan. Mengatas namakan kebajikan, mengusung konsep-konsep kesucian ajaran-Nya, untuk menipu, berkuasa dan menguasai, hingga kerusakan mental dan alam semestan semakin terpuruk.

Seperti itulah wujud kecerdasan dan kekuatan asura maya yang pintar bermain dan memainkan peran kekuasaannya. Akibatnya hanyalah sekedar kuasa, redup meredupkan nilai-nilai dharma. Berbalik arus dengan sifat kemaha kuasaan-Nya. Menentang dan melawan Tuhan dengan meniadakan kuasa kebenaran-Nya. Semua itu menjadikan rakyat semakin jauh dari perlindungan kebajikan.

Dibalik semua itu, terjadi aliran kasih kebajikan-Nya, mengalir tiada henti meresapi orang-orang yang selalu berbhakti dan mengabdi untuk dharma. Saat itu pula sifat-sifat suci dharma meresapi, bangkit dalam kesadaran membangun kesejatian diri, sadar hidup dalam negeri yang dikuasai asura maya. Lalu berjuang untuk membebaskan diri. Sadar terhadap keterpurukan nilai-nilai moral ini, justru membangkitkan semangat mendulang dan mengkonstruksi kembali, menjadi keyakinan personal menguatkan prinsip hidup di jalan dharma dan pelayanan kepada-Nya.

Kebenaran rasa ini menempatkan kuasa sifat Sat Guru meresap ke dalam diri menjadi Sad Guru. Tujuan perjuangan mencapai kebenaran inilah perjuangan yang meluhurkan, hingga bisa disebut leluhur. Bukan sekedar panatisme dan bangga atas nama perjuang leluhur masa lalu, tetapi suntuk mewarisi dan berebut pengakuan dari keluhuran namanya.

Justru sikap prilaku seperti itu, merendahkan kehormatan leluhur. Seharusnya berjuang melanjutkan nilai-nilai keluhurannya, ditengah-tengah kekuatan dahsyat para asura yang menggelapkan dunia. Keluhuran adalah keberhasilan bagi yang mempejuangkan nilai-nilai luhur. Oleh karenanya bervibrasi luhur bagi banyak orang. *** Semoga Menjadi Renungan dan Refleksi, Rahayu.

Facebook Comments

error: Content is protected !!