“AURA KASIH”
“KASIH GURU”
Oleh: I Ketut Murdana (Minggu, 19 Januari 2025).
MANGUPURA (CAHAYAMASNEWS.COM). Ketika mendengar sumpah Arjuna atas kematian Abhimanyu, akibat terperangkap Cakra Wahyu, taktik perang yang digelar Guru Drona, untuk menangkap Yudhistira, agar bisa mengakhiri perang. Sumpah itu menggetarkan dan menakutkan Jaya Drata. Ditengah-tengah ketakutan itu, dia menghadap Guru Drona mohon perlindungan. Atas kecurangan yang dilakukan bersama. Bukan perang tanding satu melawan satu, tetapi mengeroyok.
Oh Guru hanya kepadamulah aku mohon perlindungan agar hatiku merasa tenang. Setelah mendengar sumpah Arjuna, yang akan membunuhku pada perang esok hari sebelum mata hari terbenam. Apabila Arjuna tidak bisa membunuhnya dia akan bunuh diri. Lalu bertanya mengapa Arjuna selalu unggul dalam peperangan ini Guru?. Demikian pertanyaannya kepada Guru Drona.
Muridku Daya Drata pertanyaanmu sangat menarik, tetapi pertanyaanmu itu, tidak bisa mengubah takdir hidupmu lagi. Karena masa pendidikan itu telah berlalu. Sekarang saatnya engkau mengamalkan pengetahuan dan nilai-nilai kebenaran yang kau resapi sesuai kemampuanmu, disitu pula jawaban atas karmamu akan terjadi. Jawaban itulah anugrah karma keberhasilanmu. Aku mendidik dan memberikan pengetahuan serta kasih sayang yang sama kepada semua murid-muridku. Tetapi Arjuna sangat cerdas dan selalu aktip belajar mengembangkan diri dengan penuh kesungguhan, hingga memperoleh kemajuan yang luar biasa.
Apa yang dia lakukan itu melampaui apa yang aku berikan. Setiap pengetahuan yang aku berikan dicari esensinya hingga dia benar-benar mencapai kualitas dan tepat gunanya. Dia juga telah melewati ujian-ujian yang amat rahasia dan sulit, tetapi semuanya itu dapat diselesaikannya dengan baik. Saat-saat aku mendidik dengan desiplin yang keras, istriku datang bertanya. Oh suamiku mengapa engkau begitu keras mendidik murid-muridmu. Sedangkan mereka itu adalah putra raja yang terhormat. Demikian pertanyaan istriku. Aku menjawab pertanyaan istruku yang penuh kepedulian itu. Istriku masa depan yang akan dihadapi mereka itu jauh lebih berat dari masa kini yang sedang terjadi.
Oleh karena itu aku ingin menjadikan murid-muridku sebagai insan cerdas dan berbudi luhur untuk menghadapi tantangan hidupnya. Saat itu istriku mengangguk menunjukkan rasa hormatnya. Lalu dia bertanya, bolehkah aku ikut mengabdikan diriku, untuk menyegarkan dan menyejukkan jiwa-jiwanya mereka menghapus kerinduan mereka kepada orang tua, di tengah-tengah kepenatannya belajar?. Begitu ucap istriku, lalu aku jawab baiklah istriku, berilah mereka ceritera pengantar tidur yang menyejukkan, hingga menguatkan semangatnya belajar.
Akibat upaya Arjuna yang amat semangat itu, maka aku nobatkan dia menjadi kesatria pemanah terbaik, sebagai penghargaan ku atas prestasi yang membanggakan itu. Dia juga mampu memegang etika dan kesopan santunan sebagai seorang murid dan kesatria yang sangat baik. Lalu mampu menyeimbangkan antara kecerdasan jasmani dan rohani. Dia bukan saja cerdas memanah tetapi bersahabat dengan Sri Krishna yang sekaligus sebagai Guru Penuntun yang membebaskannya dari keraguannya menjadi kesatria sejati.
Oleh karena itu aku hanya bisa berupaya melindungimu, karena tugasku sebagai Panglima Perang, bersama pasukan Kurawa lainnya. Daya Dratha yang ku kasihi, bukankah kematian akan selalu datang kepada siapa saja, bagi seorang pengecut maupun bagi seorang pemberani. Oleh karena itu hadapilah semua itu, dengan semangat kesatria. Bukankah aku juga bersama mu, Maha Guru Kripa, Baradwaja, Raja Madra, Aswatama, Karna, Sangkhuni, Duryodhana dan lain-lainnya melakukan pelanggaran norma-norma perang yang aku buat sendiri bersama Bisma.
Tetapi Duryodhana mendesak kita semua untuk membunuh Abhimanyu, dan itu telah terjadi. Rasa bersalah ini aku simpan dalam hati. Apabila Bisma bertanya, aku tak bisa menjawab apa yang terjadi. Demikian Guru Drona menyampaikan pesannya. Saat itu pula Sangkhuni bersama Duryodhana, Karna sedang membahas sumpah Arjuna itu, untuk melindungi Jaya Dratha. Sangkhuni membakar semangat Duryodhana dan Karna, dengan mengatakan bahwa ketika Arjuna tak bisa membunuh Jaya Dratha berarti keuntungan besar akan dicapai. Karena Arjuna tak mengetahui bahwa Jaya Dratha memiliki kekuatan kutukan yang mematikan. Dia memperoleh berkat dari ayahnya seorang pertapa sakti bernama Vrata Satra.
Berkat itu dia peroleh atas permohonannya kepada Ayahnya. Suatu saat dia menghadap ayahnya di pertapaan lalu memohon. Ayah berkatilah aku kekuatan dari restumu, bagaikan Bisma memperoleh berkat Rama Parashu. Oh anakku engkau putraku satu-satunya, aku tak memiliki kuasa seperti Rama Parashu, tetapi aku memberkati kutukan: siapapun yang bisa memenggal kepalamu dan jatuh ke tanah, maka dia akan terbakar hangus. Oh anakku kembalilah kamu pada kehidupanmu sehari-hari. Memperoleh berkat itu, lalu dia bersujud mohon pamit, demikian kata Sangkhuni menyampaikan kepada Duryodhana.
Mendengar cerita Sangkhuni itu, membangkitkan semangat Duryodhana, untuk memasuki medan Kurusetra pada haru yang ke dualas. Lalu Guru Drona berupaya keras untuk menghalangi Arjuna. Demikian pula Susarma digunakan sebagai alat untuk menghambat waktu agar Jaya Dratha tak terbunuh. Sri Krishna mengingatkan agar tak melayani. Lalu mencari Duryodhana dengan kawan-kawannya lalu berperang habis-habisan, tetapi Jaya Dratha disembunyikan sejauh 200 mil.
Saat perang sedang dasyat Duryodhana dan kawan-kawannya kewalahan. Sri Krishna memainkan “yoga mayanya” dalam semesta, memanggil awan gelap nenutup matahari, malam buatanpun terjadi. Karena hari sudah malam Jaya Dratha masih hidup, Berteriak-teriaklah Duryodhana dan Jaya Dratha muncul ke permukaan. Saat itu pula matahari tertutup yang awan gelap dibuka kembali oleh Sri Krishna. Sri Krishna menunjukkan keberadaan Jaya Dratha. Lalu menyuruh memanah agar kepalanya tidak jatuh ke tanah, dan mengirimkannya kepangkuan ayahnya di tempat pertapaannya. Jaya Dratha kebingungan dan turun dari keretanya lalu berlari.
Saat itulah panah Arjuna memenggal kepala Jaya Dratha bertengger di ujung atas panah, lalu mengirim dipangkuan ayahnya. Suara gemuruh api membakar dan meledak dipangkuan ayahnya, akhirnya Jaya Dratha terbunuh bersama ayahnya. Betapa pentingnya menyimak dan memaknai narasi cerita ini, agar dapat memperbaiki prilaku antara lain: menjadi sesorang kesatria dharma mesti melewati edukasi yang berdesiplin tinggi, melanjutkan edukasi pengetahuan material dan spiritual. Lalu siap mengabdikan diri untuk pelayan Sang Penegak Dharma di bumi. Membebaskan dunia dari kekuatan adharma yang mengakibat kejahatan dengan berbagai perbuatannya.
Orang-orang yang siap memerjuangkan dharma, dan menempatkan diri pada kebenaran dan selalu menjungjung kesucian diri, maka Sang Penuntun Sejati akan selalu bersama. Mulai dari tumbuhnya kesadaran yang semaakin kuat dalam diri, dan terbina melalui perjuangan tulus di masyarakat, bangsa dan negara. Menguatkan swadharma dalam pengabdian, yang disebut bhakti dalam pengabdian. Dalam kontek pengabdian inilah rahasia-rahasia atau juga misteri-misteri kehidupan yang menjadi penghalang, terbuka dengan sendirinya untuk mencapai kemenangan. Seperti itulah rahasia kehadiran-Nya dapat dirasakan kebenarannya dalam pengabdian tulus kepada-Nya. Saat itulah seorang abdi dengan “YANG” dipuja merasakan “penyatuan” sesaat yang membahagiakan. *** Semoga Menjadi Renungan dan Refleksi, Rahayu.
Facebook Comments