
“AURA KASIH”
“LANDEP” (Renungan Sastra Mempertajam Pengetahuan dan Keyakinan Berprilaku)
Oleh: I Ketut Murdana (Kemis, 20 Pebruari 2025).
MANGUPURA (CAHAYAMASNEWS.COM). Walaupun tak mudah menyempurnakan diri, mencapai kebebasan abadi (Suka Tanpa Wali Duka). Kuat mengasah kesadaran dan mempertajam (landep), pikiran, pengetahuan, keyakinan, menjadi prilaku bajik, bijaksana berjalan terus menembus kegelapan. Saatnya sinar terang benerang berangsur-angsur mencerahkan. Hingga saatnya tiba mencapai kecemerlangan pencerahan sejati. Demikian sekilas inti sari pengetahuan suci Weda menjadi sloka, purana, itihasa, cerita rakyat, tantri dan lain-lainnya, yang ditulis oleh para suci, para kawi, dari pengalaman spirtualnya untuk menjelaskan misteri tersembunyi dalam diri sendiri, mengedukasi dalam kehidupan dunia, yang selalu berhubungan dengan misteri alam semesta. Tujuannya adalah untuk “menguatkan semangat” penyempurnaan diri dalam kehidupan panjang tiada akhir
Mahabharata mengisahkan Arjuna terus menerus melakukan pertapaan, setelah melewati pendidikan jasmani, hingga mencapai kecerdasan fisik, sebagai kesatria cerdas memainkan ragam senjata (pengetahuan material-karma kanda). Arjuna memiliki keakhlian memanah yang luar biasa, atas asuhan Guru Drona. Walaupun demikian Arjuna tidak berhenti mengasah kecerdasannya untuk mengisi dirinya, bukan hanya sebagai pemanah, tetapi meningkatkan pendidikan di dunia spiritual (post struktural).
Pertapaan demi pertapaan dilaksanakannya untuk mendekat, memuja dan memuliakan kebesaran-Nya. Berbagai godaan, hingga pernah dikutuk menjadi seorang banci oleh seorang bidadari sorga saat tidak mau mempersuntingnya sebagai istri. Saat itu Arjuna memperoleh berkat memasuki alam surgawi yang membahagiakan (sunia). Kutukan itu justru sangat berguna saat masa penyamaran Pandawa di dalam hutan, menjadi pelatih tari dan musik di Kerajaan Wirata.
Dalam pertapaan lain digoda oleh tujuh bidadari, lalu raksasa Momosimuka berubah menjadi babi hutan menggodanya, mengobrak abrik pertapaannya dengan garang. Melihat keadaan itu Arjuna mengejar babi itu lalu memanahnya. Bidikan panahnya tepat menancap ditubuh babi itu. Saat mau mengambil panah ada seorang kesatria yang mengaku memiliki panah yang telah membunuh babi hutan itu. Dengan gagah berani Arjuna yang berbusana pertapa itu memperjuangkan keyakinan atas bidikan panah miliknya itu.
Setelah itu pemanah yang merebut panahnya itu, berubah wujud menjadi Dewa Shiva, lalu Arjuna bersujud menyembahnya. Atas perjuangan yang gigih dan berani itu, Dewa Shiva memberkati Senjata Pasupathi. Itu artinya kesatria pemberani memperjuangkan kebenaran, memperoleh anugrah kuasa dan bisa menyaksikan wujud Darsan-Nya. Perjuangan atas keyakinan yang benar, terkadang juga diuji oleh kekuatan maya, sebagai permainan lila-Nya, yang amat rahasia. Kecerdasan yang tajam dan keheningan adalah jawaban menembus rahasia itu.
Saat itulah kekuatan keyakinan berjuang menundukkan maya menemukan kesejatian diri. Artinya Sang Diri sesaat bisa bertemu dan bersatu sesaat, lalu kembali ke alamnya masing-masing. Demikian pula Arjuna saat membidikkan panahnya, untuk menembus sasaran mata burung yang dilihat melalui putaran bayangannya dalam kendi besar yang penuh air, saat sayembara memenangkan Dewi Drupadi. Berbeda dengan kesatria-kesatria lainnya, merasa hebat lalu menyepelekan masalah, dan menghina kemampuan orang lain. Para raja lainnya menghina Arjuna dalam sayembara itu, meragukan bagaimana memanah mata burung dengan melihat bayangannya saja?.
Lalu semuanya tertegun ketika panah Arjuna tepat mengenai sasaran. Realitas mendungukan dan mentololkan orang lain, yang dipasilitasi, sekarang menjadi atmosfir buruk bagi pembangunan karakter bangsa. Merupakan ketajaman berpikir dan bernalar, tetapi merongrong dan menghancurkan, menjadi sesuatu yang tak berguna. Demikianlah kecerdasan watak asura menyembunyikan diri, bertengger mencuri panggung. Akibat dedikasi dan ketekunan tapa itu, Arjuna memperoleh tugas membunuh Raksasa Niwatakwaca, bekerja sama dengan Dewi Supraba agar bisa merayu untuk membuka rahasia kekuatannya.
Rayuan manis yang sangat ampuh membuat Niwatakwaca menjelaskan rahasia kekuatannya, yang berada di tenggorokannya. Mendengar penjelasan itu lalu Arjuna yang penuh konsentrasi mengintip rahasia itu, lalu membidikkan panahnya, hingga menembus tenggorokan yang mematikan Niwatakwaca. Akibat perjuangan itu Dewa Indra amat senang dan bahagia (Dewa Rena). Pada sisi yang lain Arjuna pula menjadi sahabat Sri Krishna, dibebaskan keraguan yang membelenggunya, hingga menjadi sadar dan cerah terhadap kewajiban sejatinya, lalu berperang menegakkan dharma. Wejangan suci Sri Krishna ini tercatat menjadi kitab suci Bhagawad-gita yang hingga kini dipelajari di seluruh dunia
Memaknai narasi cerita heroik nan suci ini, dapat dimaknai bahwa orang-orang yang kuat imannya, jujur dan berani mengabdikan diri demi tegaknya dharma, merupakan refleksi tugas dewata yang menertibkan dunia. Bukan seperti sekarang ini tokoh-tokoh tertentu yang diberi tugas dan digaji negara, lalu merusak tatanan kesejahteraan rakyat, memanipulasi, menindas, korupsi dan sejenisnya. Saat ini aneka pandangan mengurung kecerdasan filosis dan kecerdasan spiritual, ada yang suntuk mengukuhkan kebenaran masa lalu, merendahkan bahkan menghina proses penelusuran menemukan nilai-nilai baru yang adaptif, komunikatif dan toleransi.
Ketika melihat secara naturalistik bahwa perubahan adalah realitas yang terus bergerak. Karena itu ruang misteri semakin terbuka lebar. Sadar bergerak dan berubah menuju penyempurnaan adalah seiring dengan gerak semesta nan kosmologis yang imanen maupun yang transendental. Kesadaran ini membebaskan keraguan psikologis yang terkurung dan dibekukan dogma-dogma, feodalistik yang sesungguhnya metoda baik proses edukasi masa lalu, untuk mengkulturisasi kebenaran yang tersembunyi. Saat ini kecerdasan berubah dan berkembang metodologipun harus berkembang sejalan.
Akibat keraguan bekerja sama dengan hawa napsu dan tamasika, menguatkan sifat-sifat maya asura semakin mengungkungnya. Logika dan kecerdasan berpikir dikuasai oleh kekuatan maya itu, lalu menjadi pendukung “kekuatan yang menghancurkan”, yang dipandang sebagai kebenaran. Seperti itulah gambaran tokoh Karna yang bekerja sama dengan Duryodhana dan Sangkhuni. Tunduk karena ingin balas budi kepada kekuasaan asura, melupakan saudara sendiri dan Sang Penegak Dharma di bumi. Itu artinya satya kepada kekuasaan duniawi, tetapi berpihak pada adharma, akhirnya tak “terlindungi” hingga senjata sakti berkat Dewa Indra salah sasaran.
Lalu keretanya jebol tergelincir saat berperang melawan Arjuna, lalu gagal ambisinya mengalahkan Arjuna. Beberapa kali kegagalan akal licik Sangkhuni untuk menghancurkan Pandawa untuk menobatkan Duryodhana, tak menjadi pelajaran. Justru terus merancang strategi dan gagasan baru untuk mamanipulasi, untuk mengalahkan kekuatan dharma yang jujur terlindungi kuasa dharma itu sendiri.
Karena proses ini tak teredukasi dan terampuni, maka perang Bharatayudha, menjadi mahabharata terjadi. Agar perubahan dunia mencapai penegakan dharma terjadi. Agar insan-insan duniawi menjadi sadar pada dirinya yang sejati, pada sumbernya dan alam semesta yang menghidupi jasmani dan rohaninya serta menjadi ruang edukasi penyempurna mencapai tujuan hidup sejati. *** Semoga Menjadi Renungan dan Refleksi, Rahayu.
Facebook Comments