“AURA KASIH”
“MENGELOLA AMBISI”
Oleh: I Ketut Murdana (Senin : 27 Pebruari 2023).
BADUNG (CAHAYAMASNEWS.COM). Manusia di zaman milenial yang penuh persaingan ini harus memiliki “ambisi yang kuat”, tanpa demikian kita akan “tertinggal”. Mengelola kekuatan ambisi sangat penting, agar bisa membuka ruang kreatif, kecekatan teknik multi talenta berbasis kecerdasan intelektual dan spiritual. Tanpa demikian sulit menghadapi persaingan yang demikian ketat dalam era post mileneal yang sedang terbuka lebar itu. Persaingan di dunia material yang tidak bisa dihindari, oleh karena itu kesiapan mental mesti selalu terkondisi oleh kuasa pengetahuan suci yang mengalir dari Yang Kuasa dan meresapi jiwa-jiwa mampu memandu setiap langkah prilaku. Agar kekuatan asura gelap tidak berkesempatan memasuki dan membelokkan ke jalannya. Artinya seseorang bisa memperoleh kesenangan material duniawi, namun terkondisi arahnya untuk menyempurnakan tujuan hidup sejati yang mendamaikan (santhi).
Bekerja sekuat tenaga untuk mendapatkan kesejahtraan materi, lalu digunakan sebaik-baiknya untuk melaksanakan dharma bhakti dan pengabdian kepada diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa, tanpa memikirkan imbalan (karmin). Bukan merajakan kenikmatan sesaat yang menyesatkan. Mewujudkan cita-cita menjadi manusia sejati seperti ini memerlukan perjuangan panjang, berlapis dan bervariasi serta berlanjut dari waktu ke waktu.
Ketika jawaban karma ini telah disadari dan diyakini serta dilaksanakan dengan sepenuh hati, itu artinya seseorang telah “larut dalam ambisi material dan spiritual yang membebaskan”. Wujud prilaku pengabdiannya tidak berubah menjadi “pengemis”, tetapi siap melaksanakan kewajiban sesuai kompetensi dan kemampuannya, tetapi terbuka terhadap partisipasi eksternal dalam kebersamaan mencapai tujuan.
Realitas karma inilah yang disebut “Vrata” atau “Brata” mencapai peningkatan kualitas diri mencapai “sattwam”. Melalui vrata yang kuat dan terkendali oleh garis-garis guru-padesa yang mengalir dari guru parampara, dilaksanakan sesana atau etika yang baik, maka hubungan antara Guru, sisya (murid), pengetahuan, dan pelayanan (sewa) mencapai kebenaran dan kebahagiaan. Hubungan karma suci ini adalah jawaban dari misi kehidupan yang sesungguhnya.
Bila hubungan-hubungan ini tidak diindahkan, bahkan “larut dalam ambisi egoistis”, merasa sudah pintar lalu mengabaikan edukasi sadhana dan guru, maka kualitas harkat martabat seseorang akan turun (bratya).
Seorang brahmana akan kehilangan energi sucinya, mantra-mantranya bagus tetapi los tanpa energi. Seorang kesatria senjatanya tumpul di medan perang, seorang wesya kehilangan taksunya, semua menjadi bodoh dan berkumpul menjadi golongan sudra kembali dalam kegelapan (awidya). Konvensasi dari realitas kebenaran ini, berubah prilaku busana indah sumringah dikulit permukaan, tetapi isinya kurang sehat.
Menyadari sisi remang realitas ini, mesti menjadi edukasi bersama membangun energi suci (taksu), kembali menguatkan prinsip-prinsip dharma yang diajarkan para Leluhur. Bukan berteriak semangat permukaan karena ada kontruksi untuk tujuan tertentu saja. *** Semoga menjadi renungan yang cerdas dan arif bijaksana, Rahayu.
Facebook Comments