October 25, 2024
News

Rayakan Tumpek Wayang, Griya Agung Pasek Manuaba Lumintang Gelar Pabayuhan Sapuh Leger dan Tampel Bolong

DENPASAR (CAHAYAMASNEWS.COM). Bertepatan pada rahina Saniscara Kliwon Wayang, Sasih Mala Sada (Sabtu 22/6/2024), Griya Agung Pasek Manuaba Lumintang, Jalan Ahmad Yani No.61, Denpasar, menggelar upacara Pabayuhan Sapuh Leger, dan Tampel Bolong. Pebayuhan tersebut dipuput oleh lima orang Ida Sulinggih dan satu orang Ida Bhawati. Pebayuhan tersebut diikuti kurang lebih 300 peserta dari berbagai tingkat usia, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua. Pabayuhan bertujuan untuk menghilangkan energi negatif dalam diri pengaruh wuku kelahiran yang dipercaya kurang baik terutama mereka yang lahir pada Wuku Wayang, sehingga dengan upacara pebayuhan ini diharapkan mendapatkan keselamatan, ketenangan, kedamaian, serta terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Tampak sejak pagi peserta mulai berdatangan dan berkumpul memadati Griya Agung Pasek Manuaba. Pun, para panitia juga tampak sibuk mempersiapkan segala sarana prasarana yang diperlukan. Sementara itu, Ida Sang Sulinggih mulai mapuja di Bale Pawedan yang telah disiapkan.

Pabayuhan yang diikuti oleh ratusan peserta itu dipuput lima orang Ida Sulinggih dan satu Ida Bhawati di antaranya; Ida Sinuhun Siwa Putri Prama Dhaksa Manuaba, dari Griya Agung Bongkasa. Ida Pandita Mpu Acarya Pramadaksa Jayananda, dari Griya Agung Pasek Manuaba Lumintang, Denpasar. Ida Pandita Mpu Nabe Putra Parama Dhaksa Siwa Budha Manuaba, dari Griya Agung Santi Manuaba, Dusun Padang Sumbu Tengah, Desa Padangsambian Kelod, Denpasar.

Ida Pandita Mpu Siwa Putra Ananda Dhaksa Manuaba, dari Griya Pedapdapan, Desa Pejeng, Gianyar. Ida Pandita Mpu Siwa Dharma Putra Dhaksa Manuaba, dari Griya Agung Darma Ageni Manuaba, Gianyar dan Ida Bhawati Adnyana, Dangin Carik, Tabanan. Jro Dalang I Gede Mardika, dari Banjar Kedaton, Desa Kesiman, Denpasar Timur, mengambil lakon Tattwa Purana.

Para peserta tampak telah membawa apa yang diperlukan yakni pejati suang-suang keluarga siki, Don dapdap 9 lembar, Kuwangen berisi pipil (nama dan oton), Dupa 5, Segehan kepel putih kuning 1 perorang dan Peniti/kancing 5. Sehari sebelum upacara, peserta matur piuning mabhakti di merajan masing-masing menggunakan sarana pejati jejerang sampai selesai upacara. Kuwangen yang berisi pipil dan dupa atur piuningin dumun sepisan nunas tirta, pundut tirta Ida Bhatara Siwaguru ke griya antuk pejati sukla.

Setelah semua disiapkan, peserta mulai mengikuti rentetan prosesi pebayuhan yang diawali melaksanakan upacara Madudus ring lebuh, Panglukatan Panca Wara, Penglukatan Sapta Wara, Panglukatan ring Brahma, Panglukatan ring Wisnu, Puja sang Hyang Agni, Ngemargiang pengresikan riin, Penglukatan Malaning Wuku, Panglukatan Tampel Bolong (Melik, Sanan Empeg, Telaga Apit Pancoran, Pancoran Apit Telaga, Kelahiran Ontang Anting, Sukerta dll). Dilanjutkan mengikuti puja pajayan-jayan, ngaturang sembah bakti, Ngelungsur tilak minyak Tampel Bolong, Natab Upakara, Nunas Tirtha, lan Mabija. Selanjutnya semua rangkaian prosesi upacara tersebut diakhiri nglungsur prasadam, dan selesai.

Seijin Ida Sinuhun Siwa Putri Prama Dhaksa Manuaba, dari Griya Agung Bongkasa, Jro Mangku I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S., M.Pd., memaparkan, Bayuh Tampel Bolong dan Sapuh Leger bertujuan untuk memperbaiki diri menuju kesempurnaan agar roh dapat mencapai Moksa. Pabayuhan tersebut wajib dilaksanakan karena jiwa harus menanggung hasil perbuatan pada kehidupannya yang terdahulu. Pada saat manusia hidup, mereka banyak melakukan perbuatan dan selalu membuahkan hasil yang setimpal. Menurut ajaran agama Hindu, manusia berasal dari Tuhan karena dalam manusia itu terdapat adanya hakekat Tuhan, hidupnya, nafasnya, dan segala anggota badanya merupakan tempat kekuatan Tuhan.

Lebih jauh dijelaskan, orang yang kelahiran Wuku Wayang termasuk ke dalam kelahiran melik. Dimana, Melik itu sebenarnya merupakan sebuah anugrah yang luar biasa, Jika Orang itu sudah melaksanakan penebusan Melik tiga kali, rajin-rajin sembayang, Melukat dan melaksanakan Pewintenan Saraswati. Biasanya orang seperti ini akan menjadi orang yang sukses, bermartabat dan “Kesihin Widhi”. Kalau tidak penebusan biasanya rejeki akan sret, sering bertengkar di rumah tangga tanpa henti, sakit sakitan, Salah paham di keluarga berujung percerain, tak bisa punya keturunan, bahkan berumur pendek dan lain sebagainya.

Ada orang yang baru bisa berteori belum menjadi Praktisi, mengatakan Melik itu tidak apa, cukup berdoa saja, dan berpikir positif. Bagi mereka yang belum atau tidak mengalami bisa saja berkata seperti itu, tetapi bagi yang mengalami mereka akan sulit menerima itu karena hidupnya dalam penderitaan hidup, rejeki seret dan kesakitan atau ada salah satu kelurganya sudah meninggal karena melik.

“Sama seperti melihat orang sakit di rumah sakit, pasien tidak hanya cukup dengan berpikir postif dan berdoa melainkan diperlukan tindakan medis untuk kesembuhan atau kesehatannya.  Sama juga seperti penyakit niskala dan Melik, tidak cukup hanya berdoa dan berpikir positif, namun semua perlu tindakan sesuai petunjuk sastra atau lontar yang ada,” ujarnya.

Lebih jauh Jro Mangku I Gede Sugata Yadnya Manuaba, menjelaskan, ada tiga jenis Melik yang sangat berbahaya jika lambat melaksanakan penebusan di antaranya; Melik Adnyana/Widhi, orang ini akan bisa merasakan, atau bisa melihat Roh Halus, dan bahkan bisa berkominikasi dengannya. Orang melik adnyana, biasanya diawali dengan mimpi datang ke pura, bertemu sosok berpakaian putih, bertemu Petapakan Bhatara (Rangda atau Barong), Mimpi bersenggama dengan orang tak dikenal/keluarga, mimpi Mesiat dengan Leak. Celakanya kalau dia (orang melik-red) kalah dalam mesiat lawan Liak, besok ia akan sakit dan bahkan meninggal saat tidur. Orang Melik Adnyana biasanya berpotensi menjadi Balian atau Pemangku, kalau dia punya keturuan/waris mangku/balian dan senang belajar spiritual.

Kemudian Melik Apit Wangke, yaitu ada kadengan (tahi lalat-red) di kelamin, baik lelaki atau perempuan. Efek negatif melik ini biasanya, rejeki seret, kisruh dalam rumah tangga, emosi tidak terkendali, sulit jodoh, dan kalau buruk sekali karma masa lalunya, biasanya ia akan mandul, bercerai atau pasangan hidupnya meninggal muda. Kalau misalnya 1 pasangan itu keduanya berisi kadengan, biasanya akan kalah salah satu yang kurang spritualnya, misalnya belum ditebusin melik. Melukat dan sembahyang.

Selanjutnya Melik Durga, yaitu ada bercak hitam pada lidah seseorang, lidah masepak, sering mimpi ke Pura Mrajapati, ke Pura Dalem dan Kuburan. Efek Melik ini tidak main main, biasanya orang Melik Durga akan kedalih bisa ngeliak, menjanda, anak meninggal satu, difitnah dan dikucilkan oleh keluarga dekatnya bahkan masyarakat. “Jika salah satu saja ciri yang dialami di atas, maka sebaiknya segera melakukan upacara Penebusan Melik, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan,” imbuh Jro Mangku Gede Sugata Yadnya Manuaba.

Lebih lanjut dijelaskan, selain itu masih banyak jenis Melik yang segera mendapat penebusan seperti Melik Cakra. Artinya, ada berupa salah satu sanjata dewata nawa sanga dalam tubuhnya, kadang hanya bisa dilihat tokoh spiritual atau kelihatan nyata di kulit. Kadengan Celedu Nginyah ada di tengah tengah alis. Sujenan di Bokong.Rambut Putih Hanya Beberapa Helai tak Bisa Hilang. Rambut Gimbal. Jari Tangan/Kaki Lebih. Lidah Poleng. Isuan lebih dari satu dan lain-lain.

Selain itu juga ada Melik Kelahiran. Dimana, Melik ini disebabkan oleh kelahiran manusia itu sendiri yakni orang yang lahir di Wuku Wayang. Anak Tunggal (tak bersaudara). Tiba sampir (anak yang lahir berkalungkan tali pusar). Tiba Angker (anak yang lahir berbelit tali pusar/tidak menangis). Jempina (anak lahir prematur). Margana (anak lahir ditengah perjalanan). Wahana (anak lahir di tengah keramaian. Julungwangi (anak lahir tatkala matahari terbit. Julungsungsang (anak lahir tatkala tepat tengah matahari). Julung sarab / julung macan/julung caplok (anak lahir menjelang matahari terbenam). Walika (orang kerdil). Wujil (orang cebol). Kembar (dua anak lahir bersamaan dalam sehari). Buncing / Dampit (dua anak beda jenis kelamin lahir bersamaan dalam sehari. Tawang Gantungan (anak kembar selisih satu hari). Pancoran Apit Telaga (tiga bersaurdara – perempuan – laki – perempuan). Telaga Apit Pancoran (laki – perempuan – laki). Sanan Empeg (anak lahir diapit saudaranya meninggal). Pipilan (lima bersaurdara empat perempuan satu laki). Padangon (Lima bersaudara empat laki satu perempuan). Lulang (bersaudara dua dan keduanya perempuan. Luluta (bersaudara tiga dan ketiganya laki-laki). Kedukan (bersaudara 3, dan ketiganya perempuan) dan lainnya.

“Selain kelahiran melik ada juga beberapa kelahiran yang sangat memerlukan ruwatan khusus, untuk menetralisir efek negatif kelahiran yang sangat lebih dominan mempengaruhi kelahiran seseorang seperti kelahiran menurut wuku, dan kelahiran menurut Sapta Wara, Panca Wara dan lainnya,” ujarnya.

Ketua Panitia Pabayuhan Sapuh Leger dan Tampel Bolong, Jro Mangku Gde Mustiada usai acara menjelaskan, peserta yang mengikuti upacara tersebut berjumlah kurang lebih 300 an orang. Awalnya pria bersahaja ini mengaku sempat ragu dan bahkan khawatir tidak ada peserta yang medaftar, karena maklum baru kali pertama ditunjuk sebagai ketua panitia. Namun seiring berjalannya waktu, kekhawatirannya itu pun terobati, karena peserta pun mulai mengalir hingga hari H jumlahnya cukup membludak. Ditanya tentang biaya, panitia tidak mematok biaya, namun hanya dengan menghaturkan punia, dan kedepan kegiatan ini akan dilaksanakan secara berkelanjutan. *** CMN=Andi.

Facebook Comments

error: Content is protected !!