Arja Klasik Duta Denpasar, Kisahkan Perjalanan Raden Prana Jaya
Denpasar (Nuansa Bali). Kesenian Arja Klasik Sekaa Arja Tunggal Ideping Sawitra, Kelurahan Pemecutan Duta Kota Denpasar menampilkan garapan yang sangat apik dan mengundang decak kagum para penonton yang hadir di Kalangan Ayodya, Taman Budaya Art Center Denpasar, Jumat (21/6) malam, Bahkan, sejauh mata memandang seluruh tempat duduk telah terisi penuh sesak penonton. Sekaa Arja Tunggal Ideping Sawitra mengisahkan Perjalanan Raden Prana Jaya, diiringi Gambelan Geguntangan dipadukan dengan gerak tari dan tembang yang cukup memukau.
Pembina Sekaa Arja Klasik Duta Kota Denpasar, I Gede Anom Ranuara saat dijumpai usai pementasan menjelaskan bahwa Sekaa Arja Klasik duta Kota Denpasar senantiasa selalu berpedoman pada pakem-pakem arja. Dimana, arja merupakan kesenian tua di Bali yang diyakini berkaitan erat dengan kesenian lainya yang kini berkembang. “Kesenian arja memiliki ragam penokohan yang memadukan beragam unsur seni, mulai dari seni tari, seni tabuh, seni vocal, dan seni drama,” jelasnya.
Cerita yang diangkat pada Parade Arja Klasik kali ini bertumpu pada cerita kerajaan, yakni Kerajaan Kahuripan dan Kerajaan Metaum mengisahkan Perjalanan Raja Kahuripan, Raden Pranajaya yang dikemas dalam sajian pementasan arja klasik berjudul ‘Surat Tunggul’. Anom menjelaskan, Tunggul adalah Panji kerajaan Kahuripan yang mempunyai kekuatan tersendiri, yang sudah diyakini oleh masyarakat sebagai pajenegan kerajaan. Tunggul ini juga menyertai kemanapun raja Kahuripan bepergian.
Dikisahkan Raja Kahuripan bernama Raden Prana Jaya mempunyai seorang istri dari kerajaan Deha yang bernama Diah Prana Yoni. Seorang putra tampan lahir dari buah cinta mereka berdua yang diberinama Raden Prana Jiwa. Raden Prana Jiwa ditinggal ayahnya saat berumur enam bulan dengan alasan Raden Prana Jaya melihat sabungan ayam. “Raden Prana Jiwa setelah jejaka ingin mencari tahu keberadaan ayahnya. Iapun menanyakan prihal ayahnya kepada ibunya Diah Prana Yoni. Diah Prana Yoni menceritakan hal ihwal kepergian Raden Prana Jaya,” tuturnya. Di Kerajaan Metaum lanjut Anom, seorang putri yang bernama Diah Durcitawati, mengguna-guna Raden Prana Jaya dan sudah menjadi swaminya. Perkawinan mereka belum dikaruniai keturunan. Raden Prana Jiwa sampai di kerajaan Metaum dalam perjalanan pencarian jejak ayahnya Raden Prana Jaya. Raden Prana Jiwa dirayu oleh Diah Durcitawati agar mau menjadi swaminya.
Hal itu diketahui oleh Raden Prana Jaya, yang mengakibatkan terjadinya peperangan antara Raden Prana Jaya dengan Raden Prana Jiwa. Sedang sengitnya peperangan Diah Prana Yoni datang melerai sekaligus menyarankan anaknya Raden Prana Jiwa agar mengambil Tunggul utuk menghilangkan guna-guna Diah Durcitawati. “Raden Prana Jayapun sadar akan dirinya, dan mereka bersama-sama kembali ke kerajaan Kahuripan untuk menjalankan pemerintahan sebagai seorang raja,” jelas Anom Ranuara, sembari menambahkan, dari pementasan arja ini pihaknya ingin mengenalkan pakem kesenian arja klasik kepada seluruh penonton dan masyarakat. “Ini sebagai ajang pelestarian untuk pengenalan pakem kepada seluruh masyarakat Bali bahwa seni arja klasik ini harus kita jaga bersama sebagai kesenian tua Bali,” paparnya. *** Nuansabali.com/Hms-Ags&Ays.
Facebook Comments