January 15, 2025
Seni dan Budaya

“AURA KASIH”

“MENUTUPI KESALAHAN”

Oleh:  I Ketut Murdana (Senin: 17 April 2023).

BADUNG (CAHAYAMASNEWS.COM. Kesadaran memposisikan kejujuran hati nurani bersuara dalam diri. Suara kemurnian ini muncul saat-saat pikiran, rasa dan indriya-indriya tenang terkondisi oleh kesadaran. Mengkondisikan pikiran, indriya, napsu dan ego amat penting, wajib dilakoni oleh siapapun agar tertuju pada keheningan. Kesibukan di dunia material saat ini membuat ketenangan dan keheningan itu sangat mahal. Jauh-jauh orang manca negara datang ke Bali mencari ketenangan dan keheningan rasa itu. Tetapi sesungguhnya bila disadari, dan berniat serta mau melakukan, semuanya itu ada di dalam diri dan di luar diri sendiri dimana kita dilahirkan. Bukan berarti menutup diri terhadap dunia luar dan keluar membuka wawasan.

Suara-suara kejujuran adalah rasa damai yang menggerakkan pikiran, rasa menjadi laku kebajikan. Merefleksikan kesadaran prilaku mohon pengampunan dan mohon maaf dengan penuh keikhlasan, bila terjadi kesalahan dan dosa, kepada Yang Maha Kuasa dan kepada saudara yang terdampak akibat kesalahan itu. Besar kecilnya dosa dan kesalahan tentu sangat berakibat besar terhadap kenyaman hati nurani dan situasi sosial lingkungannya. Oleh karena itu sadar menerima akibat dosa dan kesalahan, lalu disertai prilaku penebusan dosa adalah “kebenaran”. Artinya mengedukasi diri untuk perbaikan martabat yang disebut “tulus bertobat”.

Wujud pengampunan adalah doa yang disertai niat tulus melakukan pelayanan. Demikianlah gambaran Dewi Durgandhini seorang wanita cantik berbau amis, mohon kepada ayah seorang raja untuk melakukan penebusan dosa. Saat itu ayahnya bertanya dengan cara apa kamu akan melakukannya?. Dewi Durgandhini menjawab dengan cara melayani orang-orang yang menyeberang di sungai Yamuna denga sampan. Ayahnya terkejut, tetapi ada daya karena niat putrinya tulus akhirnya direstui oleh raja.

Pada suatu saat datanglah Rsi Parashara yang amat suci ingin menyebrang. Dewi Durgandhini bergegas mendekati dan mempersilahkan naik ke sampannya tanpa bayaran. Saai itu Rsi Parashara terkesima atas ketulusan dan kecantikannya. Lalu bertanya; mengapa kamu seorang gadis bekerja mengerjakan pekerjaan laki seperti ini. Saat itulah dia menyampaikan maksud dan tujuannya  dan mohon kepada Rsi agar berkenan menolongnya. Setelah mengutarakan masalah penyakitnya, Rsi Parashara minta untuk memejamkan mata dengan tenang, lalu menyentuh kepalanya.

Saat itu keluarlah asap dari tubuh Dewi Durgandhini, perlahan menghilang lalu bau amis yang menyelimuti tubuhnya sirna saat itu juga. Merasakan anugrah yang luar biasa itu, dia menghaturkan rasa syukur dan trimakasih yang tak terhingga. Oleh karena rasa tulusnya itu, dia mempersembahkan dirinya agar Rsi Parashara berkenan menikahi. Dari pernikahan itulah lahir putra yang luar biasa diberi nama bhagawan Wyasa.

Memaknai narasi purana suci ini, tentu mengingatkan kepada umat manusia. Sudahkah…kita menyadari laku penebusan dosa dengan pelayanan kebajikan yang tulus?. Tentu jawabannya kembali kepada kualitas saradha bhakti yang lebih berorientasi kedalam diri yang amat mempribadi.

Namun dibalik semua itu, realitas kini menunjukkan kabut misteri. Orang-orang cerdas amat cerdas berkelompok memainkan hukum duniawi untuk kepentingan diri sendiri menutupi kesalahan dan dosa-dosanya. Tetapi ingatlah Tuhan Penguasa Alam Semesta dengan segala isinya. Tidak ada secuilpun luput dari perhatian dan pelayanan-Nya. Oleh karena itu bisa saja menipu dan memainkan hukum membohongi orang lain. Tetapi diri sendiri tidak bisa ditipu, akibatnya suara hati nurani menusuk mengiang dalam diri, akibatnya mengubah kata-kata cerdas “kepleset” menjadi kunci  membuka kebohongan yang dirahasiakan. Akhirnya hancur berantakan menanggung malu. Betapa mengerikannya gaya hidup seperti itu.

Begitulah barangkali kerja Sang Penguasa Semesta yang disebut Wibhu Sakti, kekuatan meresapi yang selalu membangkitkan kesadaran bagi yang mau menyadari dan melebur hancur (pralina) bagi orang-orang berjiwa asura. Ketika sudah hancur lebur demikian itu, tentu menunggu ribuan tahun lagi untuk bisa lahir kembali menjadi manusia, sesuai apa yang ditulis dalam hukum reinkarnasi yang berlandaskan karma. *** Semoga menjadi renungan dan refleksi, Rahayu.

Facebook Comments

error: Content is protected !!