January 14, 2025
Seni dan Budaya

“AURA KASIH”

“HADIRNYA KUASA ILAHI”

Oleh:  I Ketut Murdana (Minggu, 12 Januari 2025).

 MANGUPURA (CAHAYAMASNEWS.COM). Ketika sifat-sifat dewata meresapi insan-insan, terutama insan pilihan-Nya atau menjadikan diri-Nya insan duniawi hingga menjadi figur panutan hingga memperoleh posisi, bergerak menyegarkan hati masyarakat luas. Mengangkat beban penderitaan rakyat di dunia material, lalu perlahan mengubah menjadi senyum sumringah membahagiakan. Doa dan harapan yang terpendam, terbuka jawabannya, menjadi gaerah dan semangat hidup menatap masa kini dan harapan masa depan yang lebih baik.

Kebenaran yang mensejahterakan ini, merupakan ciri, bahwa “Sang Pemelihara” kehidupan telah hadir bersama, mengajak, memperbaiki, menyempurnakan merupakan esensi sifat kuasa-Nya. Berkat yang menghadirkan senyum membahagiakan ini, merefleksikan rasa syukur, lalu diperjuangkan melalui karma jnana. Karena kebenaran itu tak bisa bertahan, dan berkembang konstan dengan sendirinya.

Berkenaan dengan itu memerlukan perjuangan berat berkarma jnana, berdasar keberanian sikap mengubah diri dari yang kurang baik menjadi lebih baik, dari yang kurang benar menjadi lebih benar, bijaksana nan moralis. Hingga benar-benar bisa menjadi “vrata jnana”, yaitu kesiapan mewadahi aliran pengetahuan kebajikan, lalu siap mengalirkan bagi siapa saja yang memerlukan. Disitulah pelayanan bergerak menyempurnakan esensi dalam variannya masing-masing

Konstanitas perjuangan hakekat hidup ke arah penyempurnaan itulah menghadirkan kesatria-kesatria berbudi luhur. Ketika sudah demikian alampun memberkati “jawaban” dengan rahasia kuasa-Nya masing-masing, menjadi spirit yang membahagiakan. Walaupun kebenaran itu juga amat rahasia karena bersifat subyektif yang mempribadi. Lalu setelah saatnya berproses menjadi “kesatria-kesatria pilihan”, siap melakukan kewajibannya. Karena telah mampu memilih nilai-nilai yang terbaik diantara yang baik, menuju dan menjadi kebenaran sejati yang bervibrasi menyentuh, membangkitkan kehangatan cinta kasih diantara semua ciptaan-Nya. Lalu diteladani oleh banyak orang.

Kehadiran insan-insan bervibrasi suci ini amat rahasia, oleh karenanya “dianggap langka”. Rahasia ini sesungguhnya adalah keberadaan yang tertutup pengaruh “kebutaan hati nurani yang belum tersentuh sinar suci Ilahi”. Bagaikan penampakan Darsan dan kuasa Ilahi Sri Krishna, kepada Arjuna di medan Kurusetra saat menurunkan pengetahuan suci. Untaian semua wejangan suci itu sekarang menjadi kitab suci bhagawad-gita, warisan pengetahuan yang tak ternilai, terutama bagi penekun pengetahuan suci (Jnana Yoga).

Saat itu Bhagawan Bisma tersentuh hatinya menyaksikan keadaan itu, tetapi tak mengetahui apa yang sesungguhnya sedang terjadi. Betapa menyesalnya Bisma yang tak bisa mendengar seuntai kata sucipun, yang dapat mencerahkan dan membahagiakan hati nuraninya. Itu artinya kesadaran atman yang membutuhkan pencerahan suci, tetapi dikungkung oleh badan jasmani yang tak siap bersama menundukkan diri, melayani sifat kuasa keilahian yang turun ke bumi menegakkan dharma. Rahasia ini terjadi bagi orang-orang yang tidak atau belum mengikhlaskan dirinya memuja dan melayani kuasa-Nya di bumi.

Karena di bumilah proses edukasi penyempurnaan itu terjadi. Tentu Arjuna amat beruntung mendapatkan anugrah itu, yang sesungguhnya bukan hanya untuk dirinya saja, tetapi penyadaran bagi insan-insan yang sudah tersentuh, maupun yang meragukan kebenaran itu. Agar mampu mengenal dirinya yang sejati dan menjadi Arjuna-Arjuna yang siap menjadi pelayan dharma memerangi adharma di bumi saat ini

Tidak mudah memang melihat, menyaksikan, merasakan dan meresapi serta merefleksikan kebenaran ini, bila tanpa kehadiran-Nya sebagai seorang Guru Suci yang membuka jalan berpengetahuan suci terus menuntun dan membina dengan penuh kasih sayang. Menuntun lebih dimaknai sebagai upaya yang tiada henti mununjukkan arah dan tujuan hidup sejati, lalu “dibina” konteksnya dalam kehidupan dunia, melalui pengetahuan langsung maupun tak langsung. Pengetahuan langsung hadir menjadi garis-garis guru padesa yang wajib dilaksanakan sebagai proses edukasi, yang terus berlanjut.

Pengetahuan tak langsung dimaknai sebagai signal berenergi suci, yang menyentuh lubuk hati yang terdalam mempribadi menyentuh subyek, hingga menggerakkan langkah untuk melakukan “sesuatu yang bermakna”. Semua itu merefleksi sebagai edukasi penyadaran yang inheren substansial, sebagai pengabdian terhadap perbaikan situasi sosial dan alam lingkungan.

Energi kasih semesta ini mengalir pada kesatria-kesatria dharma, menyegarkan semangat untuk terus berbuat baik dan benar menyempurnakan diri. Semua perjuangan dharma kebenaran itu, tak membuat para asura senang, justru menentang, membungkam, menghancurkan melalui beragam cara strategi tipu daya, bulian dan hinaan yang bertubi-tubi, tiada henti. Memang seperti itulah sistem kerja hukum dualitas, sebagai kompetitor, pembanding yang mencerdaskan “keilahian yang sesungguhnya”. Demikianlah gambaran proses kehadiran kuasa yang maha suci amat menakutkan bagi para asura, karena batas-batas waktu kuasanya pasti akan segera berakhir. Lalu saatnya tumbuh dan berkembang lagi.

Gambaran kisah Raja Kangsa yang memenjarakan adiknya Dewaki dan suaminya Bhasudewa, yang konon akan melahirkan putra yang ke delapan akan membunuhnya, dan menghancurkannya dari kesewenang-wenangan. Setiap anak yang dilahirkan Dewaki dibunuh dengan kejam, karena takut akan kematiannya. Tetapi pembawa kuasa keangkuhan pasti hancur pada saatnya. Apapun cara proteksi pagar diri yang dilakukan, pasti akan ditembus kekuatan suci Ilahi sebagai pralina yang membebaskan dunia dari kesewenang-wenangan.

Si Suphala penghina Sri Krishna, sekarang nampaknya telah beringkarnasi lahir merasuki jiwa insan-insan cerdas, menjadi dengki irihati, merefleksikan penghinaan tak habis-habisnya. Memasang jerat intrik dan manipulasi dimana-mana. Menghina orang-orang suci, meminggirkan para pemuja Tuhan yang tulus. Merangkul bersahabat dengan para asura dan semakin larut mengayomi dan memanjakannya. Entah sampai kapan batasan waktu pralinanya tiba, saatnya kekuatan alam semesta menghentikan vibrasi buruk atmosfir masyarakat luas.

Berlindung di dalam tubuh demokrasi dan hak asasi manusia, menjauhkan dan mengabaikan diri dari kesantunan etika sosial. Membuat corong-corong pembenar, membenarkan kelompoknya masing-masing. Riuh atmosfir berdebu ini, semakin buram membungkus atmosfir duniawi, menguatkan gelapnya jaman Kali Yuga ini. Menembus kegelapan ini memerlukan perjuangan menegakkan dharma bersama-sama.

Menjadi Arjuna-Arjuna masa kini siap mengabdi dharma memerangi adharma, melalui swadharmanya masing-masing, hingga pengetahuan suci anugrahnya bisa bervibrasi luas, merefleksikan “karma jnana” mendamaikan seluruh ciptaan-Nya. Doa dan harapan menjadi perjuangan bersama, untuk mencapai “kemenangan yang mendamaikan” (santhi), hingga semua makhluk berbahagia. *** Semoga Menjadi Renungan dan Refleksi, Rahayu.

 

Facebook Comments

error: Content is protected !!