Banjar Bun Denpasar, Kembali Bangkitkan Sang Hyang Jaran
DENPASAR (CAHAYAMAS-NEWS). Kota Denpasar memiliki berbagai kebudayaan dan tarian yang sangat sakral di Denpasar. Salah satunya adalah Layangan Jangan yang sudah ada pada dokumentasi Banjar Bun pada tahun 1915. Sepuluh tahun sebelum Layangan Jangan ternyata sudah ada Sang Hyang Jaran yakni tepatnya pada tahun 1905. Namun saat ini tidak ada pragina dari Sang Hyang Jaran. Maka Banjar Bun membuat Sang Hyang Jaran baru untuk anak-anak.
Ketua Panitia Mangku Wayan Sugiana mengatakan dalam sejarah tercatat yang membuat pertama kali Sang Hyang Jaran adalah Jero Mangku Selonog. Mangku Selonog memberikan kepada anaknya yang bernama Made Ampug selaku pemangku pertama dari Sang Hyang Jaran.
Karena sebagai pemangku di Pura Natih, Made Ampug fokus dipura sehingga, tugasnya diberikan kepada adiknya yakni Jro Mangku Ketut Jambot. Jro Mangku Ketut Jambot terus meneruskan mengemban tugasnya sebagai Jero Mangku Sang Hyang Jaran sampai tahun 1995. Dan diganti yang bukan keturunannya yakni Mangku Ketut Parka. Sekarang ini yang menjadi pemangku adalah Mangku Gede Antara merupakan keturunan generasi kelima dari mangku Selonog sampai sekarang.
“Karena preginanya yang dulu sudah tua warga Br. Bun membuat Sang Hyang Jaran yang baru untuk anak anak,” ungkap Mangku Wayan Sugiana saat audensi dengan Walikota Denpasar IB Rai Dharmawijaya Mantra di Kantor Walikota Denpasar Senin (13/1). Proses pembuatan telah berlangsung sejak tanggal 4 Oktober 2019 dan akan disolahkan pada tanggal 15 Januari mendatang. Menurut Mangku Sugiana dalam proses upacara pesolahan pihaknya berharap Walikota bisa hadir dan menyaksikannya. Mengingat Sang Hyang Jaran di Br. Bun berbeda dengan yang ada ditempat lain. Karena Sang Hyang Jaran di Banjar Bun adalah Sang Hyang Jaran yang sakral dan tidak dipertontonkan seperti yang lainnya.
Bahkan Sang Hyang Jaran ini yang dipakai mesiram ini adalah api dari batok kelapa dan bukan api sambuk. Walikota Denpasar IB Rai Dharmawijaya Mantra memberikan apresiasi kepada Br. Bun karena telah melestarikan warisan kebudayaan dan taksu Bali. Menurutnya tari sakral harus dilestarikan dan tercatat sebagai warisan budaya Denpasar. Tidak hanya Seni dan ritual yang ada harus dijaga dengan Satyam, Siwam, dan Sundaram. Satyam artinya kebenaran Siwam artinya kebersihan, kesucian, kemuliaan, Sundaram artinya keindahan, kecantikan, keharmonisan. “Menjalankan dengan hal ini niscara diberikan kerahayuan kepada umat semua,”ujarnya. *** Cahayamasnews.com/Ayu/HumasDps
Facebook Comments