Seni dan Budaya

“AURA KASIH”

“MENGENAL DIRI”

Oleh : I Ketut Murdana (Minggu : 25 Desember 2022)

BADUNG (CAHAYAMASNEWS.COM). Setiap saat kita telah bercermin, lalu cengar- cengir, mengekspresikan diri di depan cermin. Itu artinya, ada kesadaran prilaku melihat diri secara fisik (jasmani). Kemudian menghias diri dengan gaya rambut, gaya busana, aneka assesories yang serba indah, mewah beraneka ragam wujud dan material mahal lainnya, agar tampil “percaya diri”. Dalam kondisi seperti itu, manusia berhadapan dengan realitas natural dan upaya modis terus menerus sepanjang hayat.

Modis adalah ekspresi budaya dalam ruang gerak selera dan berubah terus dalam kurun waktu tertentu. Ada perubahan yang meninggalkan budaya sebelumnya karena tidak sesuai lagi dengan kebutuhan perkembangan jaman. Ada perubahan pada sisi kulit dan ornamentasinya, hingga karakter identitasnya bisa dipercantik. Kata “cantik” mewilayahi ruang universal, didalamnya tertata beragam identitas yang terpola dari gagasan hingga disebut tipe ideal. Kecantikan orang Bali, berbeda dengan orang Jawa, kecantikan orang India berbeda dengan kecantikan orang Jepang dan seterusnya hingga jutaan tipe ideal kecantikan suku di seluruh dunia.

Tipe-tipe ideal ini adalah keunggulan identitas, yang mengekspresikan semangat kolektif pada komunitasnya, hingga mudah dikenal dalam pergaulan dunia. Realitas karakter psikologis ini dapat dimaknai dalam upaya mengenal saudara-saudara kita yang hidup di belahan bumi manapun, menjadi aktifitas diplomasi kebudayaan. Dalam posisi itulah kita “mengenal diri” melalui identitas budaya ditengah-tengah keragaman natural itu sendiri.

Dalam pandangan dunia spiritual, kita dapat memaknai bahwa demikianlah ciptaan-Nya yang luar biasa dari sisi natural dan dari sisi ekspresi jiwa menjadi tipe ideal hingga bisa dikenal. Hingga dengan demikian kita dapat mengenal bahwa ada ciptaan, pasti ada yang menciptakan, dan melalui ciptaan-Nya Sang Pencipta Nampak, menampakkan Diri-Nya, hingga karakter visual manusia adalah salah satu Wajah-Nya

Persoalannya sekarang adalah bagaimana mengenal persoalan itu. Tentu jawabannya adalah mulai dari “upaya sadar” “melihat” dan “memahami”. “Melihat” melalui indra-indra, lalu memasuki pertimbangan logis, dalam ruang yang terjangkau dan meyakini, serta mengikhlaskan hingga saatnya pemahaman esensial dan ekspresinya menjadi satu kesatuan yang terpadu nan utuh. Gerak energi inilah memasuki ruang tak terbatas (remanasi) lalu terserap menjadi terjangkau (emanasi)

Artinya “sesuatu” yang tersembunyi di dalam diri, bisa dirangsang tumbuh dan berkembanganya, oleh realitas budaya yang berkembang di luar diri. Dengan demikian esensi dasar gerak kehidupan budaya itu dari halus menuju kasar (saincara), maksudnya dari gagasan tercipta budaya meterial memperkuat daya guna hidup manusia. Selanjutnya dari kehidupan budaya yang berkembang di masyarakat dapat diserap maknanya untuk bisa memperkaya dan memperkuat agar identitas menjadi unggul.

Lalu bagi dunia spiritual budaya digunakan sebagai wahana menuju kebesaran Yang Maha Kuasa dan penyempurnaan diri (pratysancara). Memaknai persoalan gerak kehidupan itulah secara perlahan seseorang akan mengenal dirinya. Mengenal diri adalah gerak kehidupan, menjadi masalah yang harus dilewati, oleh setiap orang. Kemampuan mengatasi atau menyelesaikan itulah kualitas kesejatian diri yang terjangkau. Kegagalan dan keberhasilan akan terjawab dalam dinamika itu, disitu aktifitas personal God dan impersonal God dapat dirasakan dengan sendirinya

Saat itulah seseorang akan mengenal dirinya…selanjutnya apa yang harus dikerjakan, bagaimana mengerjakan…itulah kekuatan dan “keyakinan” yang menyatu dalam diri sendiri, merefleksi perbuatan yang berguna bagi banyak orang. *** Semoga menjadi renungan dan refleksi. Rahayu.

Facebook Comments