April 27, 2025
Seni dan Budaya

“AURA KASIH”

“GURU DRONA”

Oleh:  I Ketut Murdana (Minggu, 11 Pebruari 2024).

BADUNG (CAHAYAMASNEWS.COM). Ketika pendidikan putra-putra Astina Pura telah usai, Raja Drestharata melalui Perdana Menteri Widura menghadiahkan emas, sawah dan ribuan sapi kepada Bhagawan Drona. Tetapi Bhagawan Drona tidak mau mengambil pemberian Raja. Apabila artha pemberian itu dimaknai sebagai jual beli, hubungan Guru dan murid akan terputus yang ada adalah kenangan saja. Oleh karena itu artha itu dikembalikan lagi ke kerajaan dan akan diambil saat diperlukan. Itu artinya “Raja memenuhi segala kebutuhan Guru Drona”. Hal ini dimaknai agar hubungan murid dan Guru tetap terjaga dengan baik.

Permohonan Guru Drona kepada Raja agar memperbaiki sarana pendidikan, membuat gelanggang atau arena tempat uji coba kemampuan murid-muridnya agar teruji, sekarang standar kompetensi, hingga mampu menghadapi masa depannya. Permohonan itu dikabulkan oleh Raja, lalu Gelanggang segera diselesaiakan. Melalui unjuk kompetensi itulah terjadi, dinamika, diantara “pertandingan” dan “perang”.

Penokohan Arjuna sebagai pemanah yang terhebat di di dunia oleh Guru Drona diragukan bahkan ditantang kehebatannya oleh Karna, murid Guru Parashu Rama itu, sehingga terjadi perang kata-kata. Tetapi Karna hanyalah seorang anak Kosir Kereta yang menyebabkannya harus tunduk memahami realitas, karena pertandingan itu adalah untuk para kesatria Asthina Pura. Walaupun dengan argumen cerdasnya bahwa kecerdasan itu hanyalah diperoleh dari hasil belajar yang tekun dan serius. Arjuna juga siap menghadapi keangkuhan dan tantangan dari Karna itu, tetapi Para Guru memutuskan hal itu, pertandingan ini bukanlah perang, tetapi uji kemampun atau uji kompetisi, hingga semua reda kembali.

Tetapi jaman sekarang jawaban Guru sebagai penata dharma, hadir ditengah-tengah rakyat jelata. “Barangkali” di tengah-tengah rakyat jelata itu masih ada “kemurnian”, merupakan wadah sebagai “energi pemicu dan pamacu kebangkitan”. Puluhan tahun trasformasi energi suci kebangkitan ini, oleh Guru Sad Sang Penata Dharma, yang menerima kebenaran itu belum “ngeh” sepenuhnya atau sadar terhadap kebenaran itu. Karena belum memahami realitas sesungguhnya siapa Sad Guru Sang Penata Dharma itu. Akibat Kasih-Nya mengalirkan pengetahuan, maka kesadaran itu tumbuh perlahan dan berkembang hingga hari ini.

Seluruh energi dan waktu dimaksimalkan untuk pelayanan trasformasi nilai dharma kebajikan pembangkitan, edukasi penyelarasan berbagai kontek serta pembebasan menggelora meresapi jiwa-jiwa para sadhaka terpanggil, bervibrasi semakin luas dan meningkat.

Realitas keberadaan ini telah memberi dan membangun kesadaran dharma demi kesadaran diri sendiri dan juga untuk keluarga, masyarakat bangsa dan negara. Itu artinya terbangunnya kebajikan dharma dari pribadi-pribadi terpanggil telah memberi kepada bangsa dan negara

Pergeseran dari sistem pemerintahan Kerajaan, Republik dan sekarang kebangkitan dharma itu berada dalam sistem kemandirian personal, keyakinan yang mempribadi. Subyektifitas yang mempribadi ini dapat merasakan kehadiran, bersemangat mendulang nilai-nilai kebenaran dharma itu, hingga bangkit merubah “kekurang sadaran menjadi kesadaran”.

Oleh karena pergeseran sistem itu, hak dan kewajibanpun menyertainya. Panca Maha Yadnya adalah refleksi dari kesadaran itu. Dahulu Guru Drona adalah Guru Istana, sehingga istanalah yang berkewajiban memenuhi segala kebutuhan jasmani Guru. Sekarang Sad Guru Penata Dharma ada ditengah-tengah para sadhaka dalam realitas sosial yang berdimensi, maka kewajiban bersama untuk melayani kehidupan jasmaninya adalah refleksi “kesadaran yang benar”. Dalam kitab Siwa Samhita telah dituliskan serangkaian kewajiban seorang sadhaka terhadap Guru-nya. Artinya agar para sadhaka memperoleh berkat pengetahuan yang berenergi suci berguna bagi kehidupan. Makna lainnya adalah terbebas dari dosa kesalahan agar tidak sebagai “pencuri pengetahuan”, seperti gambaran kisah Bambang Eka Lawya.

Betapa mulianya seorang sadhaka, akibat kesadarannya memuliakan berkat pengetahuan yang membebaskan itu, mengalir dari Sat Guru melalui Sad Guru. Kemuliaan ini adalah sifat keilahian yang patut diperjuangkan dan dijaga kontinuitasnya. Disitulah peran sentral Sat dan Sad Guru. *** Semoga menjadi renungan yang cerdas dan arif bijaksana, Rahayu.

Facebook Comments

error: Content is protected !!