March 17, 2025
Seni dan Budaya

“AURA KASIH”

“MENGEJAR BAYANG-BAYANG”

Oleh:  I Ketut Murdana (Rebo, 21 Pebruari 2024).

BADUNG (CAHAYAMASNEWS.COM). Hidup bergerak untuk mengejar bayang-bayang dan harapan untuk mencapai “Sesuatu”, yang bersifat material maupun spiritual. Bayang-bayang itu adalah “Sesuatu” yang terindrawi, maupun yang tak terindrawi mensugesti setiap subyek untuk mengejarnya. Di dalam “sesuatu” itu ada bayang-bayang yang bernilai “Memberi” harapan yang bersifat material dan spiritual “Penyempurna”. Seorang petani menanam padi, bawang, kedelai dan lainnya ada bayangan dan harapan akan hasil yang dicapai, hingga mereka berupaya memenuhi standar proses untuk mencapai harapan itu. Walaupun itu masih bayang-bayang, lalu “Kebenarannya” masih menjadi “Rahasia”, karena waktu panen belum tiba. Itu artinya, “Kebenaran” akan menjadi kenyataan ketika proses pendewasaan dan kualitas kematangannya ditentukan oleh saat waktunya tiba.

Diantara proses dan ketentuan waktu itulah kualitas kebenaran tercipta. Apabila disadari keduanya menjanjikan sesuatu yang “Menyenangkan” dan yang “Membahagiakan”. Keduanya melibatkan proses manusiawi (material) dan proses anugrah alamiah Yang Maha Kuasa (spiritual). Penyeimbangan keduanya sebagai kekuatan penyadaran dan penyempurna “Tujuan hidup jasmani menuju kesejatian diri”. Refleksinya adalah terbangunnya kesadaran dan kemampuan melenturkan, bahkan melonggarkan, hingga menyegarkan tumbuh dan berkembangnya benih-benih jiwa suci nan damai dalam diri sendiri.

Ketika signal-signal energi suci (samskara) ini telah bangkit dalam diri sendiri, berarti bayang-bayang dan harapan itu diyakini sebagai “Sumber kebenaran”, yang bergerak dan menggerakkan, yang diartikan sebagai kehidupan. Reaksi kekuatannya selalu bergelora, semakin hari semakin menguatkan keyakinan dan perilaku untuk mengejarnya. Ketika sudah demikian sentuhan langkah pada setiap langkah dan tangga-tangga pendakian adalah “Pengalaman spiritual”, yang membahagiakan. Itu artinya, kekuatan material lebur dalam penyempurnaan spiritual. Kesadaran perilaku inilah refleksi dari “Penyatuan” sifat dan sikap.

Praktek spiritual inilah yang diajarkan dalam koncep Catur Purusha Artha: Dharma, Artha, Kama untuk mencapai jagadhita (Moksa). Bila ajaran ini benar-benar dipraktekkan dibawah tuntunan Guru Suci yang berwenang, kebenarannya akan dirasakan dan bervibrasi untuk orang lain yang disadari dan dilaksanakan sebagai pelayanan (sewa) yang tulus ikhlas. Tugas berat nan mulia inilah sesungguhnya tersedia luas, karena sangat memerlukan banyak “Sewa” atau pelayanan atau abdi-abdi dharma yang tulus. Proser “Pemurnian global” inilah yang sedang teredukasi oleh jiwa semesta raya, menyentuh jiwa-jiwa, agar emas benar-benar bersinar cemerlang. Sadar pada kebenaran dan sentuhan jiwa semesta ini adalah berkat kasih-Nya yang membangunkan jiwa-jiwa dari tertidur lelap dalam keasyikan tidur terlalu lama.

Sangat berbeda di jaman ini, ketika ingin mengabdikan diri kepada bangsa dan negara, hanya melihat dari sisi birokratis, karena disitu ada kekuasaan material melimpah. Tetapi ketika pengabdian itu dimaknai sebagai pelayan atau “Sewa” yang tulus, kerjakanlah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi masyarakat dan bangsa, yang dijiwai semangat pengabdian murni. Bukan berkedok pengabdian lalu menjabat hanya untuk mendulang emas memperkaya diri. Banyak yang cerdas logika intelektual tetapi gagal hidupnya, karena tidak diimbangi kecedasan spiritual nan suci

Bayang-bayang “Kebenaran” ini sangat dilazimkan saat ini. Tentu semuanya itu bisa merenggangkan, bahkan putus hubungan antara “Proses” dan “Anugrah”. Akibatnya adalah anugrah berubah menjadi “Mala petaka dan kutukan”. Terkubur dalam “Neraka gelap” penjara duniawi dan alam sana yang mengerikan.  Memerlukan proses panjang penebusan yang berliku-liku menyusahkan, anak cucu keturunannya. *** Semoga menjadi renungan yang cerdas dan arif bijaksana, Rahayu.

Facebook Comments

error: Content is protected !!