October 4, 2024
Seni dan Budaya

“AURA KASIH”

“MEMAKNAI TRADISI”

Oleh:  I Ketut Murdana (Jumat, 22 Maret 2024).

Menyadari tradisi adalah menyikapi dan membedah esensi nilai-nilai vital universal yang terorganisasi di dalamnya, menjadi bahasa tanda atau simbol yang predikatif. Artinya, menemukan keunggulan bernalar dan prilaku bajik nan bijak sesuai kemasan pada masanya. Dengan demikian tradisi dapat diurai melalui wadah atau kulit yang hadir berdasarkan kemasan kultur sosial dan kondisi alam lingkungan dimana tradisi-tradisi itu berkembang.

Kemudian nilai-nilai esensial nan vital yang menjadi pola anutan ragam komunitas pendukungnya. Keduanya menjadi satu kesatuan utuh merefleksikan dan mengekspresikan prilaku hidup kesemestaan, dalam ruang dan waktu tertentu. Itu artinya tradisi berkembang dan berubah setiap pasa waktu. Berkembang akibat daya pikir dan nalar berkembang, lalu cara mengkemasnya pun berubah.

Ketika regulasi cara berpikir seperti itu menjadi prilaku, maka kreativitas memainkan nilai-nilai esensi tradisi untuk kehidupan kini dan esok akan selalu sesuai dengan selera jamannya.

Kitab suci telah menyebutkan bahwa cara yang paling baik untuk membebaskan diri pada jaman Kali Yuga ini adalah menyebut Nama-Nya (Samaranam) berulang-ulang, tetapi tradisi-tradisi yang diciptakan jaman treta atau kalpa sebelumnya masih dikukuhkan bahkan diperkuat. Dinamika ini melahirkan arus budaya agresif dan budaya pasif.

Keduanya berjalan hidup menjadi artefak budaya, hingga menjadi pondasi-pondasi edukasi sejarah kehidupan manusia. Tentu kebutaan memandang nilai-nilai tradisi tidak menjadi harapan bagi parawidya. Berorientasi pada nilai-nilai esensial itu tradisi etnik lainnya yang patut dikaji dan dikemas serta diperkuat dengan pengetahuan kekinian, sehingga menyatu sesuai masa kini.

Hambatan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan spirit mengakibat panatisme dan ketakutan berlebihan, sehingga terjebak pada hal-hal yang tidak relevan lagi. Tradisi sebagai warisan budaya patut dihormati, tetapi patut disikapi dengan arif dan bijaksana agar benturan wadah dan kulit, bukan menjadi pertentangan yang panatik, tetapi siap memasuki sistem nilai kebajikannya. Rentang pola pikir ini menyiapkan diri agar selalu menempatkan benang merah perjalanan sejarah kehidupan dan siap memaknai dengan cara pikir masa kini untuk esok.

Ketika kesiapan berpikir, bernalar dan berprilaku menjadi konfigurasi budaya dan berbudaya humanis, maka jawaban prestasi hidup dalam jamannya terjawab dan diperhitungkan dalam catatan sejarah peradaban hidup manusia. Bukan sebagai pengusung nilai-nilai yang pasif, tetapi “Mengalir”, karena pengetahuan juga mengalir memberdayakan hidup dan menyempurnakan arah dan tujuan hidup.

Ketika arah kontrol ke arah itu, telah menjadi ketetapan hidup dalam keyakinan, maka pada saatnya nilai esensial dan kemasan tradisi akan dapat dikenal lalu dapat menghormati batas-batas nilai dan maknanya. Selanjutnya nilai-nilai esensial dapat ditradisikan menjadi proses edukasi penyempurna kehidupan. *** Semoga menjadi renungan dan Refleksi, Rahayu.

Facebook Comments

error: Content is protected !!