February 7, 2025
Seni dan Budaya

“AURA KASIH”

“BHAKTI MEMBANGUN KECERDASAN”

Oleh:  I Ketut Murdana (Minggu: 12 Mei 2024).

MANGUPURA (CAHAYAMASNEWS.COM). Biarlah kitab suci itu menjadi petunjukmu untuk menentukan kebenaran. Baik buruknya perbuatan, supaya diketahui dari pernyataan aturan dalam ajaran-ajaran kitab suci untuk engkau kerjakan (bhagavad-gita XVI. 24). Kebenaran yang telah tersurat dalam kitab suci mesti diketahui dalam priaku hidup, sebagai kontrol penguat keyakinan bahwa apa yang telah dan akan dikerjakan sesuai aturan tertulis yang disepakati dan diyakini kebenarannya. Memahami dimensi kebenaran ini memerlukan keluasan dan kehalusan rasa dan budi pekerti, melahirkan kebijaksanaan.

Mencapai kebijaksaan itu memerlukan ruang edukasi berliku dan panjang, ini yang disebut belajar sepanjang hayat, baik pengetahuan material maupun pengetahuan spiritual secara seimbang, lalu perlahan mampu menyeimbangkan dengan kesucian diri. Bukan sekedar mencari titel formal, menjejali pikiran lalu berhenti pada kuasa material. Lalu berdebat dan mendebatkan hal-hal yang kurang prinsip demi ego personal mengatas namakan orang-orang suci besar demi kekuasaan material. Pemutaran balikan sikap edukasi spirit, yang semestinya menjernihkan justru memburamkan bahkan membalikkan kesucian ajaran leluhur para suci itu sendiri, menjadi kekuatan asura yang menghancurkan.

Barangkali seperti itulah cara kerja alam semesta memurnikan kembali kesucian ajaran-Nya. Itu artinya proses penjernihan hati nurani agar perlahan umat manusia dapat mengenal dan melaksanakan kebenaran dengan sungguh-sungguh. Memperhatikan, merasakan dan memaknai ciri-ciri kerja semesta ini amat penting. Bagaikan kecerdasan pengelihatan Dewa Sri Ganesha saat Dewa Shiva mengijinkan Lingga-Nya dibawa oleh Rahwana ke kerajaan Alengka dipuja untuk kesejahteraan rakyatnya.

Dewa Shiva menganugrahi dengan syarat selama perjalanan mengusung Lingga itu, tidak boleh menyentuh tanah. Mendengar signyal suci itu, saat itu pula Dewa Sri Ganesha memainkan taktik dan strategi agar bisa menggugurkan niat Rahwana. Lalu ditengah perjalanan menyamar sebagai seorang petani, yang ditemui oleh Rahwana saat mau buang air kecil. Agar bisa mengusung Lingga untuk sementara sehabis buang air kecil. Tipudaya Ganesha berhasil membujuk Rahwana, hingga Lingga menyentuh dan melekat di bumi.

Ego spirit yang melampaui batas ini, mengakibatkan esensi universalitas pengetahuan suci berubah dan dirubah oleh subyek pribadinya. Meninggalkan hakekat kesemestaannya. Menginginkan kesejahteraan kelompoknya saja. Tentu hal ini tidak akan menjadi anugrah-Nya. Oleh karena itu, betapa pentingnya mengenal dan mengendalikan ego yang mengakibatkan kosombongan semakin memuncak.

Mengatasi persoalan kejiwaan inilah ruang belajar dalam arti terbatas dan belajar yang sebenarnya “Mengenal diri” untuk mencapai “Kemanunggalan”, semuanya menjadi perjuangan panjang para leluhur nenek moyang, hingga bisa mewariskan artefak peradaban suci yang mengagumkan. Menteladani dan mempelajari agar mencai esensinya adalah kebenaran yang bervibrasi besar kepada umat manusia. Oleh karena itu, menguasai pengetahuan bukan warisan.

Ketika kesadaran belajar ini menjadi perjuangan pengisian dan peleburan diri mencapai kesucian (buta-manusa-dewata) yang sungguh-sungguh, maka pembebasan, menemukan rasa damai terjadi dengan sendirinya. Hakekat kebenaran inilah lahir dan tercerahkan oleh pengetahuan yang meresapi (uta) dan mengikat (prota) kuat nan halus menjadi kesatuan yang utuh. Aliran pengetahuan inilah disebut Saraswati, dan disebut Saddha Shiva karena kekuatan halus yang maha dasyat meresapi dan mengikat lalu dipuja sebagai Maha Dewa. *** Semoga Menjadi Renungan dan Refleksi, Rahayu.

Facebook Comments

error: Content is protected !!