
“AURA KASIH”
“PAGER WESI” (“Merawat Pagar Besi”)
Oleh: I Ketut Murdana (Selasa, 16 Juli 2024).
MANGUPURA (CAHAYAMASNEWS.COM). Karena sudah lama dimakan usia, setebal apapun pagar besi itu, pasti karatan dan keropos. Mengakibatkan keropos semakin parah, apalagi terus kelupaan merawatnya. Adapula yang tidak mengerti atau tak mau merawatnya, sudah pasti keroposnya semakin cepat roboh ditelan bumi. Demikian pula apabila semakin banyak orang-orang keropos iman menempati, lalu menguasai dunia. Tentu dapat dibayangkan, penyakit sosial yang diakibatkannya, seperti realitas kini.
Membiarkan bahkan mengundang rayap-rayap penggerogot, karena memiliki kepentingan yang sama yaitu “menghancurkan”. Energi karatan dan rayap tak pernah merawat besi atau kayu, karena itu adalah makanannya. Setelah pagar besi hancur dan kayu hancur dia hilang dan berpindah ke obyek lainnya dengan kekuatan mayanya. Kerja penghancuran inilah mesti diwaspadai, hingga tidak hancur sebelum saatnya, inilah kebodohan
Barangkali realitas kini merupakan gerak pralina penghancuran, karena lupa dan terlena memelihara pagar besi, lalu ditelan oleh proses peleburan dari Kuasa-Nya, yang tak bisa dihindari oleh siapapun. Selanjutnya peningkatan nilai-nilai kebajikan selalu diiring oleh serangan nilai-nilai asura maya yang bergerak menggagalkan tujuan dharma sejati, agar terjebak di ruang neraka. Tetapi serangan asura maya itu amat sulit dikenal dan dipahami, karena selalu berada bersama diantara tujuan, ambisi dan ambisius.
Oleh karena itu merawat dengan tekun pagar besi yang membentengi keimanan, bisa memperlambat keropos karatan dan keusangan iman, agar kokoh terkendali. Bukan sekedar bangga berpagar besi, tetapi tak terpelihara, lalu kesana kemari memperluas dan meyakini dogma klenak klenik. Lalu semakin terjebak larut dalam ilusi maya yang membuntukan. Menjadi pagar pembatas, yang mengikat kuat mengurung keimanan, melupakan tujuannya. Disini ruang jebakan lewat pagar besi yang patut diwaspai
Secara filosofis, memaknai hidup mesti menjaga dan merawat diri disamping memberi energi makanan dan minuman yang sehat, tetapi juga menikmatinya dengan selera dan napsu yang terkendali. Menjaga selera dan napsu dengan baik serta berlanjut, merupakan merawat tubuh jasmani agar sehat, bisa diajak semangat bekerja di dunia material dan meningkat ke dunia spiritual yang disebut “bhrata”. Dari bhrata agar menjadi mahabharata inilah perjuangan esensial nan eksistensial bergerak vertikal dan horizontal.
Bergerak vertikal dan horizontal merupakan suatu upaya yang tiada henti memuliakan kebesaran-Nya, melalui garis-garis guru padesa tertuntun oleh kuasa-Nya, dalam berbagai ragam (kebhinnekaan) pengetahuan menyadari aliran kasih-Nya yang universal membumi, melayani dan meresapi, jiwa diranah sosial kehidupan berbangsa dan bernegara(horizontal). Kesadaran memperjuangkan kebenaran inilah “gerak keimanan” yang membuka, membongkar dan “menembus pagar pembatas” itu, hingga “menjadi vibrasi suci luas dan mengayomi”.
Tentu amat sulit membayangkan kebenaran ini. Apabila jiwa-jiwa terlatih dan terkendali bharata teredukasi, memahami dan mengabdikan diri melalui pengetahuan suci yang mencerahkan. Realitas kebenaran itu akan terjadi dan dapat dirasakan dengan sendirinya. Seperti itulah proses mengenal, merefleksikan, merasakan kebenaran, dari pengalaman pengabdian itu sendiri.
Apabila sudah demikian jiwa semakin besar, bagaikan bukit bahkan gunung yang kokoh, hingga tak terpagari besi lagi. Semuanya itu adalah hasil tapa, perjuangan panjang, melaksanakan ajaran-Nya, menteladani Tuhan sebagai Pramesti Guru, Guru Maha Utama yang membesarkan jiwa-jiwa manusia melalui kesungguhan tapa pelayanan yang tiada henti kepada-Nya. *** Semoga Menjadi Renungan dan Refleksi, Rahayu.
Facebook Comments