May 14, 2025
Seni dan Budaya

“AURA KASIH”

“KASIH YANG MENYINARI”

Oleh:  I Ketut Murdana (Senin, 22 Juli 2024).

MANGUPURA (CAHAYAMASNEWS.COM). Kasih-Nya adalah sinar suci cemerlang yang menyinari. Oleh karena disinari realitas duniawi “semakin jelas” nampak secara natural dan secara psikologis kejiwaannya. Siapa yang bisa mengenal dan merasakan serta merefleksikan kedua aspek itu, tiada lain hanyalah umat manusia yang “diberkati”. Artinya ada dominasi berkat naturalistik hingga merefleksikan pengetahuan dan pencariannya di dunia naturalistik material. Lalu melahirkan pengetahuan hidup material duniawi dalam arti luas. Selanjutnya dominasi berkat itu di dunia kejiwaan. Artinya merasakan aspek-aspek kejiwaan dan penjiwaan dari setiap prilaku menjadi prilaku penyempurnaan hidup mencapai kebahagiaan sejati.

Lalu lahirlah pengetahuan suci agama dan spiritual, dari tahapan proses pengenalan sampai kepada tahap pengamalan dan pengabdian serta pelayanan. Secara berangsur-angsur menyerahkan diri pada pelayanan kepada-Nya. Dalam ruang dan kondisi inilah kehidupan berproses. Melalui kehidupan dualitas yang selalu bertentangan dan kontras, yang hidup bergerak di dalam diri setiap orang dan berkembang di masyarakat serta alam semesta.

Wujud kasih itu menyinari dan meresapi hingga mencapai keseimbangan, mengatasi dan mampu mengendalikan. Ketika sudah demikian, berkat itu telah dijiwai oleh kesadaran, hingga energi material duniawi benar-benar bisa mendorong, menggerakkan pengetahuan suci menyempurnakan hidup “menembus kegelapan”. Ketika itulah “energi material” bersatu dengan “kesucian” menjadi “energi suci” yang menyempurnakan. Realitas yang sedang dihadapi dalam penyempurnaan hidup saat ini adalah energi yang dibutakan oleh asura, hingga bergerak terus menghancurkan tatanan, berkedok konsep-konsep kebajikan. Kewajiban suci penyempurnaan adalah bergerak menembus kegelapan itu, hingga pada saatnya mencapai kecermerlangan bersama.

Menembus kegelapan adalah perbuatan yang selalu baik yang selalu berlawanan dengan sifat-sifat bhuta yang membodohkan dan menggelapkan jiwa, yang menghancurkan tujuan penyempurnaan hidup manusia itu sendiri. Eksistensi inilah karakter perjuangannya. Kehidupannya juga meresapi dan menguasai jiwa agar benar-benar lupa pada kesadaran sejatinya. Kemenangannya itu adalah kuasa-nya, hingga dikisahkan sebagai raksasa Rahwana yang menguasai tiga dunia.

Sekarang kekuatan Rahwana, dengan segala bentuk dan segala kecerdasannya, sedang menguasai dunia. Oleh karena itu kera-kera sedang dikumpulkan oleh Sri Rama, dicerahkan kesadaran dirinya, lalu diberi kesempatan dan diajak bersama-sama mengabdi untuk dharma.

Mengabdi dan memerangi sifat-sifat dan kekuatan Rahwana, terkadang membuat Sri Rama terdesak juga sesaat, bagaimana membawa pasukannya ke Alengka. Demikian pula abdi-abdi dharma saat ini, yang patut dipahami dan bisa memaknai kisah-kisah perjuangan para suci di masa lalu. Hingga Sri Rama harus bertapa selama tiga hari tiga malam berdoa penuh, tidak makan, tidak minum, dan tidak tidur. Ditunggu oleh pasukannya, untuk memohon kepada Dewa Laut agar bisa membantu. Dewa lautpun tak hadir menjawab doa itu. Akhirnya Sri Rama mengeluarkan panah sakti untuk mengeringkan lautan.

 

Saat itulah Dewa Baruna hadir, mohon ampun agar tidak mengeringkan lautan, karena mengorbankan kehidupan biota laut yang tidak sedikit. Lalu Dewa laut memberi solusi bahwa, rahasia kekuatan kera-kera itu dibuka. Kera Nal yang memperoleh kutukan dari ayahnya Bhagawan Wiswakarma bahwa, benda apapun yang dibuang ke laut tidak akan pernah bisa tenggelam. Kera Nal yang penuh desiplin menjaga rahasia kutukan itu, sampai pada saatnya terbuka untuk kebajikan, rahasia ini disampaikan kepada Sri Rama.

Karena panah yang sudah dibentangkan dalam busur-Nya tak bisa dikembalikan lagi ke sarungnya. Dewa Baruna memohon agar diarahkan panahnya pada hutan tandus yang dihuni para raksasa jahat, yang menciptakan penyakit masyarakat yang membahayakan dunia. Dengan harapan hutan itu tumbuh subur kembali yang ditumbuhi tanaman berguna seperti obat-obatan yang bisa mensejahterakan masyarakat. Lalu panah dilepas menimbulkan “suara gemuruh” pralina, menunggu proses kerja semesta atas hukum waktu-Nya sendiri.

Setelah itu, lalu semua kera ditugaskan mekumpulkan batu-batu, lalu ditulisi aksara sucu dan dibelesing dengan energi suci, lalu dibuang ke laut, diatur satu persatu hingga jembatan pun berhasil. Sejalan denga proses itu Sri Rama berdoa terus, memuja di depan Lingga pasir yang dibuatnya atas tuntunan Maha Guru Wasishtha.

Perjuangan ini selalu disaksikan Dewa Shiva dengan senyum damai hormat memuliakan Sri Rama, perwujudan Narayana, hadir sebagai manusia dewata, menjadi abdi sejati di bumi. Lalu Dewi Parwathi bertanya; mengapa Kakanda Dewa memuja dan memuliakan Sri Rama, sedang Kakanda Dewa adalah Mahadewa.

Pertanyaan-Mu sangat baik, Adik dan Permaisuri-Ku tercinta, AKU menghormati dan memuliakan kewajiban-Nya sebagai kuasa Ilahi yang mensejahterakan dunia, yang juga menjadi tanggung jawab-Ku. Saat menjalankan kewajiban itu, DIA selalu ingat dan taat memuja-Ku. Oleh karena itu AKU memberikan “sebutan”, Rameswara. Mendengar sabda suci ilahi itu, Sri Rama menghormat dan memuliakan Dewa Shiva dengan sebutan Maheswara.

Melaksanakan swadharma untuk mengabdi para dharma di bumi saat ini, pasti menghadapi rintangan berat, menghadang yang seolah-olah tak ada jalan keluar untuk menembusnya. Tetapi ingatlah dan yakinlah apa yang diajarkan sastra suci, agar selalu taat dan memuja-Nya, serta tenang dan sabar menghadapi semua rintangan hingga pada saatnya, energi Pelindung Penyelamat pasti hadir dari persembunyiannya dan tepat pada waktu-Nya, sesuai dengan kebutuhan. Suasana perjuangan dan penantian inilah yang terkadang sedikit menggelisahkan, karena proses kerja Sang Waktu tak di pahami, karena keterbatasan memahami gerak emosi, seperti itulah karakteristik natural, hidup manusia dunuawi.

Ketika itulah kehadiran-Nya juga sesuai dengan waktu-Nya. Ketika itu semua masalah pasti terselesaikan dan membahagiakan. Oleh karena itu, keyakinan dalam pengabdian kepada dharma yang tertuntun, perlindungan kasih-Nya pasti selalu hadir menyinari. Jiwa-jiwa yang tersucikan menyaksikan dan bisa merasakan kebenaran itu. *** Semoga Menjadi Renungan dan Refleksi, Rahayu.

Facebook Comments

error: Content is protected !!