October 25, 2024
Seni dan Budaya

“AURA KASIH”

‘KEMURNIAN YADNYA’ (Dipetik dari Sarasamuccaya, XIV:178-179).

Oleh:  I Ketut Murdana, Selasa (29 Agustus 2023).

BADUNG (CAHAYAMASNEWS.COM). Kemuliaan seseorang terjadi dengan sendirinya, bila dia secara sadar melakukan yadnya atau bersedekah kepada orang-orang yang memerlukan bantuan, pertolongan serta perlindungan. Kewaspadaan tetap menjadi perhatian agar tidak terjebak tipu daya, seperti Rahwana berubah wujud menjadi Brahmana menjebak Dewi Sitha.

Orang-orang tertentu diberkati anugrah “artha” atau “pengetahuan” lebih akan mencapai “guna” dan “penyempurnaannya” bila sebagian diikhlaskan untuk kesejahteraan jasmani (material) dan kesejahteraan rohani (spiritual) masyarakat, sesuai ajaran Catur Warga (Dharma, Artha, Kama dan Moksa).

Sadar memahami, memaknai dan melaksanakan ajaran ini, barulah kebenaran dan kebahagiaanya dapat dirasakan. Rasa kebahagiaan itu benar-benar terasa sama bagi yang “memberi” dan juga yang “menerima”, dalam kapasitas dan kualitasnya masing-masing.

Realitas kebenaran ini bukanlah sekedar konsepsi  teoritik, tetapi landasan prilaku sebagai proses edukasi panjang mewujudkan kesadaran ikhlas, hingga melahirkan “pengalaman yang meresap di dalam lubuk hati”.

Walaupun mewujudkan kebenaran ini tidak mudah, tetapi akan terasa membahagiakan, ketika tersentuh dan teraliri anugrah tuntunan suci kebesaran-Nya. Dalam dimensi pertautan mengatasi batu sandungan dan bendungan lumpur yang jatuh dari tebing-tebing egoistik asura pendukung zaman Kali Yuga. Air pasti kuat menembus dan menyisirnya hingga kelancaran penjernihan demi penjernihan tercipta dengan sendirinya pada waktu ketentuan-Nya.

Saat-saat penjernihan itulah terjadi pengalaman rasa, amat membahagiakan, memancar lewat wajah dan sinar mata hening dan jernih, bervibrasi suci kepada orang lain. Realitas kebenaran inilah yang menyentuh jiwa-jiwa yang kering atau kekeringan iman, merindukan welas asih.

Saat seperti itulah kasih-Nya mempribadi meresapi jiwa dan raga…mengangkat jiwa-jiwa yang tertidur lelap, secara perlahan-lahan membebaskan beban derita, untuk mengenal jalan hidup menuju dharma. Dalam kontek itu, kedua wujud yadnya (artha atau material dan Jnana atau pengetahuan) menjadi satu kesatuan yang utuh berguna dan bermakna membebaskan “penderitaan”.

Kebenaran ini menjadi angan-angan dan perjuangan para suci leluhur, dari jaman ke jaman, sekaligus mengedukasi pola hidup material dan spiritual mencapai penyempurnaan. Menempatkan kesadaran prilaku seperti inilah puja dan memuliakan leluhur yang sesungguhnya.

Bukan sekedar bertopeng pada ajaran leluhur, menipu daya masyarakat demi kedudukan politik tertentu. Kemuliaan inilah sepatutnya menjadi “konfigurasi keimanan” bagi seluruh umat manusia, melalui rasa persaudaraan dalam suatu kosmik yang sama. Bersama-sama “meluhurkan” diri dalam perjuangan meningkatkan harkat dan martabat manusia dan seisi alam ini, dalam batas-batas keterbatasan.

Bukan merasa unggul ber-Tuhan, tetapi menginjak-injak rasa persaudaraan dan kedamaian bersama. Tetapi realitas ini mesti dilihat dari sisi positif hukum dualitas dan penyatuan dalam upaya panjang penyempurnaan. *** Semoga menjadi renungan yang cerdas dan arif bijaksana, Rahayu.

 

Facebook Comments

error: Content is protected !!