December 9, 2024
Bali

PEMPROV BALI MENANG GUGATAN DI MA, PERGUB NOMOR 97 BERKEKUATAN HUKUM KUAT

Setelah melalui proses panjang, akhirnya Mahkamah Agung (MA) menolak Permohonan Keberatan Uji Materi terkait Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai yang diajukan oleh termohon di antaranya, Asosiasi Daur Ulang Plastik Inonesia (ADUPI) Didie Tjahjadi Pelaku Usaha Perdagangan  Barang dari  Kantong Plastik dan Agus Hartono Budi Santoso (pelaku usaha industri barang dari plastik). Dengan putusan MA yang menolak permohonan uji materi terhadap Pergub Nomor 97 Tahun 2018, maka kebijakan Gubernur Bali yang membatasi timbulan sampah plastik sekali pakai memiliki posisi hukum yang kuat dan sah berlaku di seluruh Bali. Demikian disampaikan Gubernur Bali Wayan Koster saat jumpa pers, di Rumah Dinas Gubernur Bali, Jayasabha, Denpasar, Kamis (11/7).

“Dengan keluarnya Putusan Mahkamah Agung ini, semua pihak wajib mematuhi dan melaksanakan keseluruhan isi dari Pergub ini, untuk menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya sesuai dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru,” tegas Gubernur Wayan Koster di hadapan puluhan awak media, baik cetak maupun elektronik. Pada Kamis (23/5), majelis hakim MA yang diketuai oleh Supandi dengan anggota majelis Yulius dan York Martono Wahyunadi dengan tegas memutuskan menolak gugatan tersebut. Putusan ini tertuang dalam putusan MA Nomor : 29P/HUM/2019. Yang berbunyi a. Menolak permohonan keberatan hak uji materi dari pemohon yaitu : pertama ADUPI. Kedua, Didie Tjahjadi dan ketiga, Agus Hartono Budi Santoso. b. Menghukum para pemohon membayar biaya perkara sejumlah Rp. 1 juta,” kata Koster mengutip isi putusan itu. Pertimbangan MA menolak putusan itu adalah berdasarkan Pasal 12 UU Nomor 11 Tahun 2005 Kovenan Internasional tentang hak atas ekonomi, sosial, dan budaya. Hak asasi manusia untuk menikmati lingkungan hidup yang bersih, sehat, dan berkelanjutan sesuai UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.

“Berdasarkan review aspek teknis dan hukum tentang pembatasan pengelolaan sampah, bahwa hasil kegiatan clean up on voice one island di seluruh Pulau Bali, di 150 lokasi yang meliputi laut, pantai, sungai, jalan, desa, dan kota menemukan bahwa jumlah sampah plastik yang terkumpul sebanyak 30 ton dengan komposisi kemasan makanan 20 persen, botol dan gelas 16 persen, kantong belanja 15 persen, sedotan 12 persen, dan lain-lain utamanya styrofoam 7 persen,” kata Koster.

“Sehingga keberadaan sampah plastik sudah sangat mengkhawatirkan, bahkan telah menjadi salah satu ancaman bagi kerusakan lingkungan di Bali. Hal ini sudah sangat mendesak diambil kebijakan untuk pembatasan plastik sekali pakai, baik aspek pemakaian maupun aspek produksinya. Sehingga secara cepat dapat mengatasi persoalan sampah plastik,” katanya seraya menambahkan bahwasannya  Pergub ini dinilai telah sesuai dengan UU yang berlaku dan tidak menyalahgunakan wewenang sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 3 Tahun 2014 pasal 10 ayat (1) tentang Administrasi Pemerintahan, sekaligus tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, yaitu UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM juncto UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, dan UU Pemda Nomor 30 Tahun 2014.

Di tengah polemik itu, ternyata banyak pihak yang memberi dukungan, simpati, dan bahkan membela kebijakan Pemerintah Provinsi Bali, mulai dari Pemerintah Pusat, para aktivis lingkungan hidup dari berbagai Negara, dan pemerhati kebijakan publik. Pihaknya mengaku akan melanjutkan kebijakan ini sebagai bentuk pelestarian lingkungan, dengan menerbitkan Pergub tentang Pengelolaan Sampah dalam waktu dekat, agar persoalan sampah selesai di hulu. Sehingga, sampah yang tersisa untuk dibuang ke TPA sedikit. “Sampah berasal dari berbagai sumber seperti dari rumah tangga, industri, kelompok masyarakat, rumah sakit, sekolah, pasar, di mana-mana. Nanti siapa yang menghasilkan sampah, dia yang mengelola. Dibuatkan aturannya, SOP-nya, insentif dan lainnya,” jelasnya seraya menjelaskan pengelolaan sampah akan dibuat bertingkat dan akan dipilah antara sampah organik dan an-organik.

Menanggapi adanya kekhawatiran dengan berlakunya Pergub tersebut akan berimbas pada perekonomian Bali secara menyeluruh, seperti penurunan daya jual dan sebagainya, Gubernur Wayan Koster menegaskan, tidak perlu dikhawatirkan. Justru sebaliknya malah akan menjadi lahan tumbuhnya industri kreatif baru yang menjadi peluang bagi masyarakat Bali untuk dikembangkan. “Terbukti, sejak diberlakukannya Pergub ini, banyak tumbuh industri kreatif baru, seperti industri sedotan, piring, sendok, tas, dan sebagainya selain yang berbahan plastik. Ini patut dikembangkan,” ujarnya.

“Dengan putusan MA yang menolak permohonan uji materi terhadap Pergub Nomor 97 Tahun 2018, maka kebijakan Gubernur Bali yang membatasi timbulan sampah plastik sekali pakai memiliki posisi hukum yang kuat dan sah berlaku di seluruh Bali,”  lanjut katanya. Pada kesempatan itu, Gubernur Wayan Koster tak lupa mengucapkan terima-kasih kepada seluruh pihak yang turut mendukung pergub ini. Ia bakal mengundang dan menjamu seluruh aktivis dan pemerhati lingkungan saat HUT Provinsi Bali pada 14 Agustus.

Gubernur Wayan Koster juga meyakinkan dan mengajak pemerintah daerah lain di seluruh Indonesia agar tidak perlu ragu dan takut untuk membuat regulasi atau kebijakan yang sama. Yakni, untuk mewujudkan alam Indonesia yang bersih, hijau, dan indah serta bebas dari polusi akibat dari timbulan sampah plastik sekali pakai yang sangat membahayakan bagi kesehatan. “Kalau sudah urusan penyelamatan dan kelestarian lingkungan, saya tidak pernah mundur dan apalagi takut. Kalau tidak kita yang peduli lalu siapa lagi. Sebelum jauh terlambat, mari kita selamatkan alam dan generasi kita mendatang dari ancaman akibat sampah plastik,” ujarnya.

Gubernur dalam hal ini mengimbau kepada para pelaku usaha plastik agar beralih kepada industri baru. Misalnya produksi tas belanja atau sedotan yang bukan berbahan plastik. Koster menyatakan siap memberikan bantuan berupa bahan baku bila memang dibutuhkan. “Jadi kita juga harus dukung industri, saya kira kita dukung kalau perlu bahan baku,” kata dia. Gubernur berpesan kepada seluruh kepala daerah yang ingin menerapkan aturan ini di wilayahnya tak perlu takut. Sebab, sejatinya aturan ini didukung oleh banyak pihak, termasuk pemerintah pusat. *** NUANSA BALI.COM/TIM.

 

Facebook Comments

error: Content is protected !!