December 8, 2024
News

Sharing Tata Kelola dan Pengembangan Kepariwisataan, Setwan DPRD Bali Gandeng PORWARD Studi Tiru ke Dinas Pariwisata DIY

YOGYAKARTA (CAHAYAMASNEWS.COM). Dalam upaya meningkatkan kualitas kepariwisataan di Bali, sekaligus untuk melihat dari dekat kiat-kiat yang dilakukan daerah lain dalam pengelolaan dan pengembangan destinasi obyek-obyek wisata, sekaligus kebijakan yang diterapkan, Sekretaris Dewan (Setwan) DPRD Provinsi Bali bersama Forum Wartawan Dewan (FORWARD) melaksanakan studi tiru ke Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama empat hari dari tanggal 30 Oktober sampai dengan tanggal 02 November 2024. Dari kegiatan ini diharapkan bisa mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru yang dapat diterapkan di Bali.

Kegiatan kunjungan yang mengusung Tema “Kiat-Kiat dan Kebijakan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Pemerintah Kota Yogyakarta terhadap Pariwisata Yogyakarta”, Rombongan dipimpin Kepala Sub Bagian (Kasubag) Tata Kepegawaian, Humas, Protokol Sekretariat DPRD Provinsi Bali Kadek Putra Suantara, didampingi Ketua Forwad DPRD Bali Made Arnyana serta diikuti puluhan wartawan yang bertugas di DPRD Provinsi Bali.

Kegiatan kunjungan tersebut menyasar dua lokasi yakni di Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta. Kepala Sub Bagian (Kasubag) Tata Kepegawaian, Humas, Protokol Sekretariat DPRD Provinsi Bali Kadek Putra Suantara menjelaskan, tujuan studi tiru ini salah satunya adalah untuk menumbuhkan sinergisitas rekan-rekan media dengan DPRD Provinsi Bali. Dimana menurutnya, lembaga legislatif sebagai pilar demokrasi memiliki tiga fungsi yakni legislasi, budgeting dan pengawasan.

“Sementara pers juga menjadi salah satu pilar demokrasi yang berfungsi sama-sama menjaga aspirasi rakyat, untuk itu kami perlu menjalin hubungan yang baik dan harmonis di dalam mewujudkan sebuah tujuan yang kita harapkan bersama,” ujarnya.

Lebih jauh Kadek Putra Suantara mengungkapkan, dipilihnya lokasi Daerah Istimewa Yogyakarta karena, Yogyakarta merupakan daerah yang memiliki kemiripan potensi pariwisata dengan Bali, khususnya juga yang berkaitan dengan pariwisata budaya.

“Atas dasar kesamaan dan kedekatan karakteristik ini, kami memilih DIY sebagai tujuan kegiatan ini dan ingin menggali hal-hal positif dari pengembangan pariwisata di Yogyakarta yang bisa menjadi masukan berharga bagi pengembangan sekaligus peningkatan kualitas kepariwisataan di Pulau Dewata, khususnya yang berkaitan dengan pengembangan pariwista berkualitas,” ujarnya.

Dalam paparannya, Sekretaris Dinas Pariwisata DIY, Lis Dwi Rahmawati yang didampingi sejumlah stafnya menjelaskan, sektor pariwisata Yogyakarta memiliki karakteristik berbeda dibandingkan Bali. Menurutnya, wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta mayoritas adalah wisatawan nusantara, sementara Bali didominasi wisatawan mancanegara. Kondisi ini, katanya, membuat atmosfer pariwisata di Yogyakarta lebih tertib dan santun.

Dominasi wisatawan nusantara dinilai sebagai faktor utama yang menjadikan kunjungan ke Yogyakarta lebih nyaman dan tertib. Hal ini berbeda dengan Bali, yang mayoritas pengunjungnya adalah wisatawan mancanegara. Meskipun Bali mendapat pemasukan devisa yang tinggi, kehadiran wisatawan asing kerap menimbulkan kesan arogan dan dianggap mengganggu tatanan sosial masyarakat setempat.

“Kalau di Bali lebih banyak wisatawan asing, sehingga perilaku wisatawannya kadang cukup ekstrem. Sedangkan di sini, wisatawan yang datang kebanyakan adalah wisatawan nusantara, seperti pelajar dan keluarga,” ujarnya.

Meskipun mayoritas wisatawan di DIY berasal dari dalam negeri, pihaknya juga menerima kunjungan wisatawan mancanegara, terutama dari negara-negara serumpun seperti Malaysia.

“Wisatawan dari Malaysia masih satu budaya, sehingga tidak menimbulkan masalah perilaku sebagaimana yang kadang terjadi dengan wisatawan dari negara yang lebih liberal,” ucapnya.

Dalam hal pengelolaan wisata, Lis menjelaskan bahwa di Bali, pemerintah provinsi menerima kontribusi langsung dari wisatawan mancanegara melalui undang-undang yang mengatur retribusi khusus. Sementara itu, Dinas Pariwisata DIY tidak memperoleh retribusi langsung dari wisatawan karena destinasi wisata yang ada di Yogyakarta berada di bawah pengelolaan pemerintah kabupaten/kota.

“Kami berperan dalam pembangunan sarana dan prasarana, sementara retribusi diperoleh oleh kabupaten/kota,” jelasnya.

Ia mengaku pihaknya juga memiliki sistem pengamanan yang disebut “bergodo,” yaitu petugas keamanan yang bertugas menjaga ketertiban di kawasan wisata. Setiap destinasi wisata memiliki bergodo yang disiagakan untuk mengantisipasi kemungkinan tindakan tidak terpuji dari wisatawan.

“Karena mayoritas pengunjung adalah wisatawan nusantara, kasus wisatawan yang berulah seperti di Bali tidak pernah terjadi di sini. Budaya dan tingkah laku wisatawan lokal biasanya lebih sopan dan santun,” ucapnya

Pihaknya terus mengembangkan destinasi wisata unggulan yang berfokus pada keraton, Candi Prambanan, serta beberapa kawasan lain.

“Saat ini, kami memiliki 12 kawasan wisata prioritas yang sedang dikembangkan, dengan salah satu fokus utama adalah membuka akses ke kawasan selatan, yaitu di Kulon Progo,” jelasnya.

Selain kawasan unggulan tersebut, pihaknya juga memiliki 224 desa wisata serta lebih dari 300 kelompok sadar wisata (Pokdarwis) yang terlibat dalam pengelolaan dan pengembangan wisata. Lis juga menyebut sebagian besar pengembangan destinasi wisata dikelola langsung oleh masyarakat setempat melalui peraturan Gubernur Nomor 40 Tahun 2020 tentang Desa Wisata dan Pokdarwis.

“Desa-desa wisata ini merupakan kekuatan besar dalam sektor pariwisata DIY. Kami terus mendukung pengembangannya agar Yogyakarta semakin menarik bagi wisatawan nusantara,” pungkasnya. *** CMN=Tim/Andi.

Facebook Comments

error: Content is protected !!