March 25, 2025
Seni dan Budaya

“AURA KASIH”

“PENGETAHUAN MENJIWAI KARMA”

Oleh:  I Ketut Murdana (Kemis, 31 Oktober 2024).

MANGUPURA (CAHAYAMASNEWS.COM). Pengetahuan merupakan buah dari proses belajar, dalam “beraneka ragam” jenis yang menarik dan bisa dilaksanakan oleh setiap orang. Setiap proses selalu berhadapan dengan tujuan, tata cara, piranti, tempat dan Guru yang mengajar maupun menuntun. Tujuan dan substansi tujuan diantara “harapan” dan “penyelamatan” ini persoalan makro dan mikro, menjadi amat dinamis. Menghadapi hukum dualitas, kontras harmoni, lurus bengkok, baik buruk, suka tak suka, sorga neraka dan seterusnya. Semuanya itu bergerak sepanjang sejarah kehidupan hingga lahir pengetahuan konsepsional, agar setiap tata cara mampu menjaga dan mencapai harmonisasi, diantara harapan dan penyelaman alam beserta segala isinya, yang disebut “damai” itu sendiri. Damai menjadi tujuan yang lebih spiritual religius yaitu “kedamaian abadi”.

Gambaran Teologis nan Kosmologis inilah standar makro nan universal yang diurai menjadi teks-teks yang dinarasikan dalam kitab suci, menuntun umat manusia. Kemudian diajarkan lalu dirasakan kebenaran yang membahagiakan. Artinya kebenaran itu mencapai dan mewilayahi segala wujud dan ruang logis melalui jawaban puncak-puncak pertanyaan, dialog logis terukur, lalu berposisi pada ketidak terjangkauan pertanyan (Samkhya), lalu menyerah sujud dalam ruang kosong tak terjangkau (Yoga).

Kesadaran ini menempatkan proses panjang edukasi, berbekal rahasia dari karma masa lalu, yang merefleksikan sugesti serta stimulasi kuat nilai-nilai kebajikan yang mesti dilakoni.

Realitasnya banyak sekali orang-orang sedikit belajar tentang sesuatu, amat mudah menguasai pengetahuan tertentu, hingga amat mudah menempati posisi besar dalam kehidupan duniawi. Kebesaran nilai-nilai inilah “berkat dari kuasa-Nya” yang “tersembunyi” tetapi nyata dialami. Semua itu merefleksikan pengetahuan yang mencerahkan, mengangkat, memberdayakan, mensejahterakan, menyelamatkan dan seterusnya.

Semuanya itu merupakan hubungan kerjasama “keilahian yang tersembunyi”, tetapi “nyata dalam realitas kehidupan”.

Hubungan dan kerjasama ini dijiwai semangat pengabdian berdedikasi menuju kesejatian diri. Ketika wujud konfigurasi kesadaran, keyakinan dan prilaku menyatu terkondisi dan terjaga, maka itulah realitas psikologis kejiwaan yang cerdas spiritual, menjadi senjata utama yang menembus segala rintangan mencapai “kemenangan”. Tonggak-tonggak kemenangan inilah yang dirayakan sebagai penghormatan atas jasa para Leluhur yang telah mewariskan kemuliaannya.

Ada yang merayakan secara ritual, lalu ada yang merayakan dengan prilaku dan terus berjuang mendalami hakekat dan pemaknaanya untuk kehidupan ini dan esok, ada yang mengkonstruksi dengan cara dan teknologi yang lebih canggih dan relevan, sehingga rahasia kehidupan dunia semakin terbuka.

Kemenangan itu tentu dilandasi proses dan perjuangan, maka saat hidup sesuai waktu dan jamannya perjuangan itu terlaksana. Disinilah kualitas perjuangan yang menentukan kualitas pahala, selanjutnya setiap kehidupan adalah perjuangan penyempurnaan dari kehidupan sebelumnya, sesuai hukum karma dan pahala yang realitasnya pasti tanpa keraguan.

Oleh karena itu patut direnungi kembali sebaik-baiknya dimana posisi kita, sebagai insan dalam proses belajar memahami dan menyempurnakan kehidupan di era kesemestaan ini. Sekedar pertanyaan yang menggelitik, akankah hidup ini semakin larut pada dunia selera yang tak pernah berhenti itu?, ataukah mengendalikan selera-selera itu agar kebahagiaan perlahan berkesempatan tumbuh dalam hati nurani setiap insan?. Tentu semuanya itu ada prosesnya, setiap pilihah adalah hak asasi dan boleh-boleh saja. Tetapi setiap proses menentukan hasilnya, itulah kecerdasan berpengetahuan material dan berpengetahuan spiritual. *** Semoga Menjadi Renungan dan Refleksi, Rahayu.

Facebook Comments

error: Content is protected !!