“AURA KASIH”
“DIA” ESTETIK YANG TEREKSPRESI
Oleh: I Ketut Murdana (Sabtu, 23 Nopember 2024).
MANGUPURA (CAHAYAMASNEWS.COM). Ketika rasa estetik menggelora dalam diri setiap insan, merupakan bekal hidup “tersembunyi” sebagai pahala masa lalu. Gelora rasa estetik ini memerlukan saluran hingga menjadi ekspresi yang “terkondisi”. Artinya tersalur menjadi wujud estetik yang terindrawi. Saluran ini “bermuara” dari “DIA” yang tersembunyi dalam diri setiap insan.
Lalu bergerak mengkonfigurasi menjadi “isi” dan “wujud” yang terbungkus menjadi inner power, yang bermisteri, samar tersembunyi nan abstrak. Akibat dibatasi selubung maya yang amat sulit ditembus tanpa anugrah-Nya. Energi ini bergerak-gerak sebagai kekuatan pendorong proses mengindrawikan intisari misteri itu. Lalu Sang Waktu memformulasi “pengindraan wujudnya” mencapai tahapan kualitas dan varian dalam perjalanan waktu panjang tak berhenti.
Saluran ini juga merupakan inner power dalam ruang estetik tersubstansi menjadi inner beauty yang menggelora, landai-landai saja, bahkan ada pula yang lemah tak bervibrasi. Inner power estetik yang bergelora, juga disebut “bakat atau talenta” yang besar. Kekuatan yang besar ini meletup-letup akibat tersugesti energi estetik dunia luar yang bersifat sosial budaya dan keindahan semesta raya.
Sugesti dan respon menjadi pengalaman estetik bergerak dan berproses menemukan ruang eksprsi yang terindrawi dalam ruang budaya estitik beridentitas. Karena identitas natural merupakan karakteristik ruang kelahiran ekspresi itu sendiri. Lalu beriteraksi dan berakulturasi di ranah pergaulan sosial secara luas, lalu melahirkan karakter artifisialnya, yang disebut karakter baru. Cerminan ekspresi ini menempatkan intensifitas keakraban gaul budaya, yang disebut ekspresi budaya baru, saatnya tercipta. Lalu terus tumbuh kebaruan itu, menjadi taman estetik atau taman budaya, bagaikan kelahiran semua makhluk memenuhi dunia.
Melalui kesadaran terhadap realitas itu, pengalaman estetik yang berorientasi realitas praksis nan ekspresif, berubah lalu berkembang menjadi pengalaman spritual. Mengedukasi proses kejiwaan, tidak hanya sadar realitas fisika, tetapi sadar metafisika menjadi prilaku penghayatan hidup yang lebih terbuka, bahwa ada DIA dibalik akibat, tersembunyi tetapi ada (tat).
Melalui ekspresi budaya, sesungguhnya dapat dipahami bahwa DIA adalah sebagai esensi nan vital, isi, energi, proses pembentuk dan penyempurna mencapai kualitas. Edukasi masa nan historik ini, menjadi manusia semakin berdaya, terhadap perkembangan jasmani dan kedalaman rohani. Persoalan dibalik itu adanya tantangan penghancuran asura yang juga tercipta berdampingan, meresap dan bergerak bersama bergayut amat rahasia.
Saat-saat berhadapan dengan masalah seperti itulah sesungguhnya kualitas seorang seniman berproses menuju penyempurnaan keindahan rasa hidupnya, lalu diresapi dan dihargai mahal oleh setiap orang yang tersentuh.
Kesadaran ini menempatkan DIA dalam proses penciptaan, penekunan hinga terpelihara, lalu setiap saat disempurnakan, sebagai wujud kasih-Nya yang mengalir, hingga “batasan waktunya tiba”.
Dalam kontek inilah DIA meresap, menuntun, mengalir, indah manarik peminatnya, lalu menghargai, memelihara menjadi harta karun seni budaya, menyimpan pengetahuan sebagai sumber belajar untuk kehidupan baru. Memberdayakan hidup kreatif, mensejahterakan dan membahagiakan. Disitulah ruang pergulatan kreatif seni budaya nan estetik menyempurnakan diri memperoleh anugrah-Nya. *** Semoga Menjadi Renungan dan Refleksi, Rahayu.
Facebook Comments