Seni dan Budaya

“AURA KASIH” (SENI MEMANGGIL).

Oleh:  I Ketut Murdana

CAHAYAMASNEWS.COM. Banyak hal yang rahasia dan juga amat rahasia, yang “belum dikenal”, hingga disebut misteri. Seiring perjalanan waktu “dia” atau misteri itu atau “yang berada” dalam misteri itu bangkit agar bisa dikenali hingga bisa disadari dalam kehidupan ini. Benih-benih (samskara) rasa indah (Sundaram) yang umumnya dikenal sebagai talenta seni. “Dia” ada dengan sendirinya dalam diri setiap orang dalam wujud kualitas dan kuantitas yang berbeda-beda. Hal ini dipercaya, sebagai bekal kelahiran (Karma Wasana).

Tidak semua orang sesegera mungkin mampu menyadari bekal hidup ini, proses edukasi dalam ruang edukasi keluarga dan masyarakat serta pendidikan formal seni. Ruang-ruang edukasi ini saling bahu membahu memberi andil sangat besar, sebagai mandala menentukan kualitas kiprah penciptaan dan apresiasi seni itu sendiri. Kualitas talenta menentukan kualitas kiprah, hingga bisa mendominasi keunggulan wujud-wujud ciptaannya. Respon masyarakat luas terhadap keunggulan daya cipta ini mampu “memanggil”, misteri-misteri atau bibit -bibit sundaram dan non sundaram yang tersembunyi dalam lubuk hati masing-masing.

Kualitas bibit sundaram atau rasa estetik yang hidup samar-samar dalam diri seseorang bisa tergerak oleh aura estetik keunggulan karya-karya yang dikagumi masyarakat. Keunggulan karya I Gusti Nyoman Lempad melalui kelembutan garis yang luar biasa pada jamannya, menginspirasi bahkan diikuti banyak pelukis muda saat itu. Demikian pula kualitas plastis anatomi karya-karya Anak Gung Gede Sobrat, menjadi tumpuan inspirasi banyak pelukis di sekitar Ubud saat itu.

Demikian pula Ida Bagus Made, I Gusti Ketut Kobot  dan lain-lainnya seolah-olah menjadi muara tumbuh kembangnya kiprah kreatif bagi bangkitnya talenta seni hinga menjadi kampung seni yang sudah diakui dunia. Realitas ini telah menempatkan kebenaran (satyam) keunggulan estetik karya-karya seni telah “memanggil” menggerakkan talenta atau bibit sundaram muncul ke permukaan menjadi realitas yang membumi.

Realitas ini sebagai suatu kebenaran yang membumi, “memanggil” juga misteri atau bibit yang lainnya seperti bibit kasih sayang yang mencintainya, lalu menempatkan seni sebagai komoditas sosial: relegius, sosial ekonomi, budaya, edukasi, ilmu pengetahuan, politik hingga bisa diwadahi ruang-ruangnya masing-masing. Pada ruang-ruang ini, menciptakan dinamikanya masing-masing, keluh kesah, senang tidak senan, membahagiakan dan lain-lainnya terjadi disini.

Realitas kebenaran ini, mengukuhkan peran seni dalam kosmik percaturan dalam kosmiknya sendiri, dan juga kosmik diluar dirinya sebagai kebenaran konteksnya mamasuki universalitas nilai-nilai kehidupan. Realitas kebenaran ini juga menempatkan bahwa keunggulan seni telah memanggil bibit-bibit sundaram sebagai saudara keturunannya sendiri secara natural.

Kesemuanya ini menjadi prilaku penggerak penciptaan, hingga menjadi taman estetik aneka wujud seni yang mengagumkan. Selanjutnya memanggil saudara-saudaranya pada ruang-ruang lain agar siap mewadahi ruang kiprah kreatifnya dan nilai-nilai persembahannya. Riang atau mandala estetik ini kosmiknya seni itu sendiri.

Dalam kontek inilah seni dapat dikatakan memanggil dan dipanggil kesadaran estetiknya dalam berbagai ruang yang dihidupkan, menjadi hidup sepanjang hayat, itulah bibit sundaram yang selalu lahir sejalan dengan kelahiran manusia itu sendiri. Tetapi bibit sundaram lahir sejalam dengan kiprah dan tinggkat kesadaran estetik seseorang dan dukungan mandala estetiknya. Semoga menjadi renungan dan refleksi.

Facebook Comments