October 3, 2024
Seni dan Budaya

“AURA KASIH”

“SARASWATHI”

“Peringatan yang Mengingatkan Kesadaran Memuliakan”

Oleh: I Ketut Murdana, Minggu : 3 Desember 2023.

BADUNG (CAHAYAMASNEWS.COM). Setiap eman bulan dua ratus sepuluh (210) hari, umat Hindu merayakan untuk menghormati dan memuliakan anugrah Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, berkat Kasih-Nya, menurunkan “pengetahuan” untuk hidup dalam kehidupan. Menurunkan pengetahuan material dan pengetahuan penyempurnaan rohani (spiritual) untuk mencapai kebebasan abadi (Moksa). Agar manusia mencapai kesadaran bahwa; dunia ini tempat berproses menyempurnakan diri.

Memuliakan dan memuja Tuhan adalah wujud kesadaran perilaku (Karma Jnana) sebagai ungkapan rasa syukur atas aliran pengetahuan serta tuntunan-Nya (Sat Guru) yang tiada henti. Aliran pengetahuan dan tuntunan dari hari kehari meresapi jiwa-jiwa manusia yang bervibrasi membentuk kekuatan dan karakter manusia serta jamannya (saras). Melalui kasih-Nya yang serba Maha (wati), menjadikan manusia makhluk utama karena, memperoleh anugrah “pengetahuan”, menjadi “berpengetahuan” untuk hidup dalam kehidupan duniawi, untuk mencapai “pembebasan abadi”.

Hanya manusia-lah di antara semua makhluk yang memperoleh anugerah pengetahuan, untuk men-dewa-esa kan dirinya. Oleh karena itu, proses memuliakan diri memelalui anugerah-Nya adalah kewajiban, yang membuka kesadaran. Itu artinya, melalui anugrah pengetahuan manusia bisa mengubah sifat-sifatnya untuk mencapai sifat-sifat dewata: kebajikan dan kebijaksanaan. Lalu berjuang meningkatkan kesucian diri untuk mencapai “penyatuan” dengan sifat yang mahasuci yaitu ke Esaan Tuhan (moksa). Tumpukan pengetahuan suci yang juga disebut “Candi Pengetahuan”, intisarinya semua mengajarkan serta menuntun manusia mencapat tujuan kemuliaan itu.

Anugerah kemuliaan itu tidak terjadi dengan sendirinya. Semua mesti melewati proses edukasi yang terkadang rumit dan melelahkan. Saat itulah hadir Sat Guru mempribadi menjadi Sad Guru agar selalu dekat dengan umat manusia, terutama pada para pemuja yang lebih menyadari dan merasakan kehadiran-Nya. Disitulah proses semangat, keberanian dan keikhlasan menjadi pertaruhan. Itu artinya, berangkat dari yang terbatas, terikat menuju yang tak terbatas, bebas atau membebaskan diri dari ikatan. Persoalan inilah yang amat rahasia, karena ikatan karma itu yang amat beragam bagi setiap orang.

Ikatan material dalam kehidupan, tak dapat diabaikan, tetapi disempurnakan oleh “pengetahuan” melalui belajar dan bekerja keras pada ranah material. Lalu digunakan sepenuhnya menyempurkan diri di jalan dharma, hingga “energi material bermata kesucian”. Dalam bahasa pembebasan berarti, energi material telah tunduk mengabdi dalam pendakian spirit mencapai “penyatuan”, itulah wujud sadhana yang telah terkondisi menjadi pelayanan tulus kepada-Nya.

Melalui sadhana proses edukasi personal bergerak terus menemukan esensi pengetahuan, dari panatisme sempit menjadi semakin luas dan universal. Ketika sudah demikian pelayanan merupakan sajian nilai-nilai penyerahan diri sesuai swadharma menuju dharma, bagaikan aliran sungai menuju lautan. Lalu dipanaskan menjadi uap, diangkat dan disatukan lagi oleh matahari, lalu diturunkan kembali menjadi hujan memelihara semua kehidupan (Sifat Kuasa memelihara kehidupan: Narayana).

Ketika kesadaran diri telah mencapai pada tingkatan itu, maka hanya pelayanan yang tuluslah yang ada. Itulah “kebenaran” atau “pencerahan” yang amat membahagiakan. Agar kebahagiaan itu terus berlanjut (suka tanpa wali duka), maka pelayanan kepada-Nya adalah jawabannya. Itu artinya, pengetahuan suci mampu mengisi dan menundukkan kecerdasan akal pikir, indriya-indriya, selera, dan napsu, lalu tunduk mengabdi kepada kesucian jiwa untuk mencapai tujuan hidup sesungguhnya. Perjuangan dharma inilah amat sulit saat ini, menembus awan gelap gulita dunia ini.

Meraba-raba sesuatu dalam situasi yang tidak jelas arah dan identitasnya. Karena kebenaran dan kesucian semakin menjauh dari gapaian tangan-tangan berlumpur, akhirnya diragukan, lalu menjadi keraguan yang membutakan. Gelora realitas ini sedang mewarnai atmosfir duniawi, dalam berbagai aksi dan dinamikanya. Realitas yang paling memuncak adalah melalui situasi politik perebutan kekuasaan di dunia material yang semakin tak menentu. Oleh karena itu, melalui peringatan dan memuliakan turunnya pengetahuan, kita semua menjadi semakin ingat menguatkan diri dengan “kesadaran perilaku” memuliakan diri, melalui penghayatan dan perilaku yang benar serta esensial. Demikianlah sekilas cara memaknai hari Raya Saraswathi. *** Semoga menjadi renungan yang cerdas dan arif bijaksana, Rahayu.

Facebook Comments

error: Content is protected !!