“AURA KASIH”
“RATU MANDODARI, WANITA BIJAK PENDAMPING SUAMI”
Oleh: I Ketut Murdana (Selasa, 19 Maret 2024).
BADUNG (CAHAYAMASNEWS.COM). Walaupun menjadi Ratu Keràjaan Alengka, sebagai permaisuri Raja Asura Rahwana yang menguasai tiga dunia. Dewi Mandodari selalu mengingatkan Rahwana agar memerintah rakyat Alengka sebagai kesatria dharma yang berbudi luhur, sesuai anugrah Dewata. Walaupun setiap saran yang bermakna menyelamatkan kerajaan dan rakyatnya, tidak sedikitpun digubris, dengan pandangan jiwa kesatria bagi kaumnya saja. Artinya pandangan sifat kesatria bagi seorang asura, yang mementingkan kuasa dan menguasai sekehendak niatnya saja. Tetapi Tuhan selalu melimpahkan kasih sayang-Nya, hadir sebagai Dewi Mandodari, yang selalu mengingatkan agar tugas-tugas suaminya sebagai raja mampu melindungi rakyat dan menyelamatkan kerajaannya.
Upaya sungguh Dewi Mandodari sebagai penyeimbang mengingatkan suaminya memerintah adalah kewajiban utama. Ketika Dewi Sitha setelah berhari-hari berada di Taman Angsoka digoda dengan kemewahan dunia, dipaksa oleh Rahwana, busananya terlihat kotor dan lusuh, wajahnya pucat karena tidak makan berhari-hari. Dewi Mandodari mengutus dayangnya membawakan busana pengganti dengan segala peralatan kecantikan dan kewanitaannya. Saat itu Dayangnya bertanya, mengapa Ibu Ratu demikian baik menaruh rasa iba kepada calon madu yang akan menyaingi dirimu sebagai permata di Kerajaan Alengka ?. Ibu Ratu Alengka menjawab: sebagai sesama wanita aku sangat merasakan penderitaan dan kepedihan hati Dewi Sitha yang jauh dari suaminya.
Semuanya itu akibat kecerobohan suamiku menculiknya atas asutan adik tercintanya Surpanaka. Aku juga sangat menghormati keteguhan dan kemuliaan hatinya, sebagai wanita yang tetap teguh menghormati dan mengabdi dengan penuh cinta kasih kepada suaminya. Walaupun suaminya seorang raja tanpa kekuasaan. Atas keteguhan dan kemuliaan hatinya itu, para Dewata pasti melindunginya. Akibat dari semua itu aku sangat khawatir dan mimpi-mimpi buruk-ku selalu mendera menyusupi lubuk hati-ku setiap saat, tentang nasib buruk kerajaan Alengka. Oleh karena itu aku menghormati kemuliaannya dan sebagai tamu kerajaan. Hanya itu yang dapat aku lakukan. Hai dayang sampaikan salam hormat-ku dan permohanan maaf atas kelancangan suami-ku
Setelah mendengar perintah dan keluh kesah Ibu Ratu Alengka, dayang segera bergegas mempersembahkan busana titipan dari Ibu Ratu. Tetapi Dewi Sitha tidak menerima pemberian Ibu Ratu itu. Dengan alasan bahwa busana yang sedang dipakainya itu adalah busana suci hadiah dari Ibu Atsuya wanita suci istri dari Maha Rsi Agastya. Sebelum diculik Sri Rama bersama Dewi Sitha dan Laksamana, berkesempatan mampir di Ashram Maha Rsi Agastya. Saat itulah pesan moral, kebajikan dan prinsip-prinsip keteguhan hati seorang wanita sebagai teman dan abdi suami, dituturkan oleh Dewi Atsuya diresapi sebagai anugrah oleh Dewi Sitha, sebagai keyakinan penguat prinsip hidupnya. Selanjutnya Dewi Sitha tidak menerima dengan alasan bahwa suami-ku sedang di dalam hutan sedang mencari-ku berpakaian pertapa yang serba lusuh. Tentu aku tidak pantas berbusana mewah seperti ini. Dalam keadaan jiwa-ku seperti ini, busana suci walaupun terlihat lusuh justru menguatkan iman-ku kepada suamu-ku.
Setelah menceritakan kisah itu kepada dayang, lalu Dewi Sitha mengucapkan terimakasih atas perhatian dan kemurahan hati Ibu Ratu yang sangat baik dan mulia itu. Selanjutnya atas kebaikan itu, Dewi Sitha minta tolong kepada Ibu Ratu, agar Rahwana segera membebaskan aku dari penculikan ini dan mengembalikan kepada Sri Rama dengan hormat. Apabila sudah demikian suami-ku pasti akan mengampuninya. Apabila tidak suami-ku pasti akan membunuh Rahwana dan menghancurkan Kerajaan Alengka.
Mendengar permohonan Dewi Sitha itu, dayang langsung menghadap Ibu Ratu. Menyaksikan dan mendengar permohonan Dewi Sitha itu. Ibu Ratu menghadap kepada Raja Rahwana dengan rasa galau dan kesedihan. Hai permaisuri-ku apa yang membuatmu menjadi sedih tak bergaerah seperti ini. Apakah ada sesuatu yang kau inginkan tidak bisa-ku penuhi?, hingga wajah-mu kusut dan layu seperti ini?.
Mendengar kata Raja Rahwana seperti itu, Ibu Ratu menjawab; tidak-tidak suami-ku, engkau telah memberikan semua kemewahan dunia kepada-ku. Tetapi bolehkah aku mengajukan satu permohonan kepada-mu?. Rahwana menjawab dengan penuh kewibawaan sebagai seorang raja penguasa tiga dunia. Silahkan istri-ku !. Lalu Ibu Ratu memohon, oh raja yang maha perkasa, engkau akan dikenal raja yang terhormat dan bijaksana serta pemurah bagi seluruh rakyat di tiga dunia, apabila engkau rela mengembalikan Dewi Sitha kepada Sri Rama dengan penuh hormat. Hal ini juga akan menyelamatkan Kerajaan Alengka dari kehancuran. Selamatkanlah rakyat Alengka dari kesalahan-mu menculik Dewi Sitha.
Mendengar permohonan Ibu Ratu itu, Rahwana sangat marah, lalu berkelakar tentang prinsip seorang kesatria yang tidak boleh mundur dari apa yang telah diputuskannya. Apa arti keperkasaan Raja Rahwana bila melakukan tindakan bodoh seperti itu. Duniapun akan mentertawai aku, bila tidak bisa memenangkan cita-cita dan niat untuk menjadikan Dewi Sitha sebagai permata Alengka. Tidak-tidak-tidak istriku, mungkin engkau cemburu, karena Dewi Sitha akan menjadi permata baru pendamping-ku. Lalu Rahwana pergi meninggalkan Ibu Ratu dalam isak tangis kesedihan.
Memperhatikan sikap suaminya yang semakin angkuh, membuat Ibu Ratu semakin sedih, lalu memohon kepada Dewa Shiva. Oh Dewa Shiva lindungilah suami-ku dari keangkuhannya. Walaupun dikecewakan dalam kesedihan Dewi Mandodari tetap mencintai suami dengan doa-doa suci perlindungan.
Betapa pentingnya menyimak nilai-nilai luhur, yang meluhurkan martabat manusia. Terutama sedang merosotnya nilai-nilai kehormatan dan kemuliaan wanita. Anugrah kecantikan nan seksi, bukan dimaknai sebagai upaya memuliakan diri, justru dijual murah. Kesenian dipakai sebagai wahana sugesti erotik di ruang-ruang sosial, disegala kalangan. Agar tidak semakin tergerus sifat yang menyamai binatang, betapa pentingnya sadar kembali pada kehormatan dan pemuliaan diri, yang merupakan esensi hidup sesungguhnya. *** Semoga menjadi renungan dan Refleksi, Rahayu.
Facebook Comments