Gubernur Koster Tegaskan, Pembangunan Bali Mesti Berbasis Kearifan Lokal
DENPASAR (NUANSA BALI). Gubernur Bali Wayan Koter menegaskan, bahwa sudah seharusnya refenrensi sistem pembangunan mesti berbasis kearifan lokal. Apalagi khusus untuk Bali, seni, dan budaya telah menyatu dalam segala sendi kehidupan masyarakat Bali dan bisa menjadi modal penting dalam pembangunan berbasis kearifan lokal. Karenanya, seni dan budaya Bali harus diurus dari hulu sampai ke hilir. Dalam konteks itulah Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar punya peran penting dan strategis. Demikian disampaikan Gubernur Bali Wayan Koster saat memberi sambutan pada Sidang Terbuka Senat Institut Seni Indonesia Denpasar Dalam Rangka Dies Natalis XVI di Kampus ISI Denpasar, Rabu (31/7).
Peran tersebut, menurut Gubernur Koster adalah menjalankan misi sesuai dengan tugas pokok dan fungsi sebagaimana diatur dalam undang-undang. Ini mengingat ISI Denpasar adalah bagian dari institusi Kemeristekdikti RI. “Tidak hanya itu, supaya apa yang menjadi visi kementerian yang ditugaskan kementerian di-link kan dengan kepentingan daerah,” kata Gubernur Koster.
ISI memiliki peran penting melaksanakan Tri Darma Perguruan Tinggi yang terdiri dari pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Sementara di sisi lain Pemprov Bali memiliki prioritas melaksanakan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali Melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana. Untuk itu, Gubernur Koster telah merancang berbagai program guna meningkatkan eksistensi seni dan budaya. Di antaranya memberikan beasiswa kepada mahasiswa, dan sekaligus menggandeng mahasiswa bersinergi dengan Pemprov Bali dalam upaya pemberdayaan masyarakat.
Sebagai komitmen keterlibatan perguruan tinggi, Gubernur Koster berencana memberikan pengelolaan Art Center kepada ISI Denpasar sehingga dapat termanfaatkan secara maksimal. Rektor ISI Denpasar Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.SKar., M.Hum., dalam laporannya mengatakan kuatnya paham logosentris menyebabkan perubahan seperti praktik berkesenian yang cenderung mengabaikan nilai tradisional. Selain itu pengaruh kapitalisme pasar menyebabkan komodifikasi secara meluas sehingga kehidupan seni lebih menuju proses mencari nilai tambah material. “Seni dijadikan sebagai objek eksploitasi politik dan kepentingan-kepentingan di luar bahkan yang tidak sejalan dengan fitrah seni itu sendiri,” ujarnya.
Dalam upaya mewujudkan cita-cita ‘memuliakan seni budaya menuju Indonesia digjaya’, ISI Denpasar telah melaksanakan program-program rutin di bidang pendidikan, penelitian, penciptaan, pengabdian kepada masyarakat dan kerjasama. Prof. Sardono Waluyo dalam orasi ilmiahnya mengatakan, Bali melalui seni dan budayanya memiliki modal yang kuat untuk mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan. “Merawat lokalitas adalah hal yang penting dalam era masa kini. Industri kreatif adalah peluang, daerah perlu bukan saja merawat knowledge, tapi juga inkubator inovasi yang melahirkan karya industri kreatif yang mampu bersaing di dunia internasional,” ujarnya. *** Nuansa Bali.com/Humas)
Facebook Comments